Senin, 08 Oktober 2012

JODOH

”nih Pi, undangan dari Heni”. Ucap Rizki kepada ku. Anak matematika yang pernah menjabat sebagai pengurus harian LDK Fakultas itu hanya garuk garuk kepala melihat tugas PKL kelompok kami yang tergeletak banyak di atas meja baca perpustakaan.
”kapan acaranya Ki?” tanyaku
”tanggal 21 besok di Karawaci Tanggerang” jawab lelaki berambut gondrong itu.
”siapa?” tanya Farida yang sedang asyik dengan majalah mandarin barunya.
”Heni, anak PAI”
”oh yang jilbaber itu yah?”
”iya”
”sama anak kampus juga pi”
”iya anak sastra Arab, alumni UIN juga” jawabku
”kenapa Da luh mau ngikutin jejak Heni?” teriak Rizki bercanda.
”iya, tapi belum di kasih jodohnya sama Allah!”
”tuh Rizki nganggur” tuturku iseng
”iya gak papa, guwe mau” jawab Farida geli
”bener mau?” tanyaku memastikan
“mau muntah” jawabnya
“guwe juga mau ngeludahin” sambut Rizki.
’Astaghfirullah..’ gelak tawa cekikikan yang menggelikan pun bersambut dengan canda yang jenaka. Walau terkadang sedikit kelewatan, mereka berdua adalah sahabat yang senasib sepenanggungan selapar sekemiskinan. Berat sama di pikul ringan?...bawa sendiri-sendiri!
Seminggu telah berlalu, besok adalah pernikahan Heni kawan seperjuanganku di kampus. Entah di jurusan, ataupun di LDK.
’astagfirullah..astaghfirullah..astaghfirullah.....’ nada sambung nasyid Opick pun terdengar di telingaku.
”assalaamualaikum opi” suara Heni terdengar di seberang
”wa’alaikum salam, duh yang lagi repot buat besok” ledekku
”he..he..he.Opi besok ke sini kan?”tanya Heni
”Insya Allah. Ana usahakan ya ukh!”.
”ya udah barakallahulakuma aja deh”
”iya makasih ya jazakillah Opi”
”Amien” jawabku.
***
            Pagi ini hujan mengguyur kawasan Depok dan sekitarnya, entah di Tanggerang apakah hujan ataukah cerah?. Aku sedih sekali jika di tempat Heni juga hujan besar seperti di sini. Kemungkinana besar aku juga tak dapat pergi ke acara akad Heni jam 10. nanti. Di sini saja hujan tak dapat berhenti. Ibuku pun sudah memberikan warning terlebih dahulu sebelum aku beranjak dari rumah.
’telelelet...telelelet’
”Assalaamualaikum”
”Pi jadi ke Heni gak?” tanya Yuli
”masih ujan nih di sini”
”sama di sini juga!”
”kalau kita gak datang gimana?” Tanyaku menyelidik
”gak enak sih sama Heni”
”tapi inikan masalahnya hujan gak berhenti-henti, terus orang tua kayaknya ngasih izinnya setengah-setengah nih!”
”ya udah deh pi kalau ente gak dateng Yuli juga”
”ya udah nanti kapan-kapan kita ke sana aja”
”oke. Ya udah Pi syukron yah Assalaamualaikum..!”
”Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh” Yuli pun menghentikan percakapan di telfon bersamaku. Sahabatku yang satu ini memang soulmate banget denganku. Aku pergi ke walimahan Heni, dia pun begitu memang sih sejak pertama bertemu karna salah orang kami jadi akrab hingga sekarang.
           
 Pada awal perkuliahan semester pertama, aku berupaya mengenal semua teman belajarku selama di semester ini. Secara tak sengaja aku, berkenalan dengan Yuli, Rahma,Kokom,dan Mela.  Dengan Yuli,Awalnya hanya ngobrol-ngobrol biasa karna kami mempunyai latar belakang yang sama. Sama-sama dari Pesantren. Sama-sama suku jawa, sama-sama orang Depok walaupun Yuli tinggal di kos-kosan. Tetanggaku yang biasa aku panggil Pakde pernah berkata bahwa ia memiliki saudara atau tepatnya adalah cucu bernama Susi yang di terima di tarbiyah Islamiyah UIN Jakarta tahun itu. Yuli adalah akhwat yang lembut, supel dan ramah. Waktu aku bertanya kepadanya dari mana pesantrennya, ia mengatakan bahwa ia dari wali songo boarding school. Tepat sekali. Aku rasa ini adalah oran yang tepat aku tanyai tentang saudara pakde itu yang memang sekolah di wali songo. Aku yakin sekali Yuli akan kenal. Karna sama-sama santri akhwat yang seangkatan. Ketika aku bertanya padanya kenal dengan alumni wali songo yang bernama susi ia bilang kenal tapi bukan anak PAI melainkan anak B.Inggris panggilannyapun bukan susi tapi santi. Lalu tak lama ia pun bertanya alamatku, dan aku jawab aku tinggal di Depok, tepatnya di Gg Nangka, Cimanggis Permai, Jl Rajawali V. dan ia pun kembali mengungkapkan jika ia memiliki saudara yaitu kakek di daerah rumahku yang bernama Ishak. Beliau seorang May.Jend TNI. ‘Masya Allah’ dari situ baru aku tau bahwa Susi itu adalah Yuli saudara Pakde yang seusiaku. Nama panggilan di rumahnya adalah Susi karna nama belakangnya susiyanti. Sedangkan di lingkungan teman-temannya biasa di panggil Yuli.    
Setelah beberapa bulan aku bertemu kembali dengan Heni yang sudah mulai masuk kuliah di semester baru.
“Assalaamualaikum Pi, kok gak dateng” Tanya Heni sambil memanyunkan bibirnya yang kecil yang semakin kecil dengan gaya bicaranya itu.  
”Ujan Hen, lagi pula kayaknya ibu khawatir kalau ana pergi dalam kondisi hujan”
”eh Gimana Bu dah ngisi?” tanya Yuli
”udah ngisi beras”
”yeeee”
”belom-belom” jawab Heni. Nyengir
”gimana pernikahannya lancar?” tanya Yuli
”yah Alhamdulillah, lancar. Anak-anak juga banyak yang datang. Bahkan hingga jam delapan malam Toni, Badriyah, Aisy, dan Taufiq baru datang. Karna macet dan memang mereka baru pulang dari Aceh karna KKS di sana”.
”eh gimana Hen. BTW Ikhwan anti itu beda persepsi yah?” tanyaku menyelidik
”yah memang dia bukan ikhwan yang seperti halnya tarbiyahan halaqoh, tapi dia hanif dan memberikan ana ruang untuk bergelut dalam halaqoh”
”alhamdulillah Hen. Mudah-mudahan berkah yah pernikahannya”. Tutur Yuli
”amien” akami pun mengamininya.
”tapi....”heni tak melanjutkan kalimatnya sehingga membuat kami bingung
”tapi kenapa Hen?”
”awalnya ana sempat canggung dan bingung. H min dua ayah ana masih menyangsikan pernikahan yang akan di gelar esok hari. Hingga malam mau akad besok pagi pun ana harus ribut masalah pakaian dengan bude ana yang dari Jawa.”
”kok bisa” tanya ku
”iya, bude Heni kan yang ngurusin semua masalah tata rias hingga ke baju pengantin. Baju pengantinnya sih ana sudah cocok hanya saja ana harus membeli kaos street yang polos untuk dalaman baju kebaya pernikahan itu, karena bajunya transparan. Itu sih gak masalah. Tapi kalau ini, lagi-lagi problem kita di jilbab pi. Waktu ana liat jilbabnya, Astaghfirullah...Cuma kerudungan dalem yang warna emas, ih ana juga udah geli ngeliatnya. Bayangin aja gimana kalo ana pake. Sehari-hari semua orang juga tau kalau ana jilbabnya lebar dan panjang. Masa waktu nikah ana Cuma pakai jilbab dalem warna gold doang. Walaupun bude ana membujuk sampai jungkir balik sekalipun,enggak akan ana pakai jilbab itu mending ana pakai jilbab biasa”.
”terus endingnya gimana?ente pakai jilbab apa?” serobot Yuli
”sabar bu dah kayak wartawan infotainment aja” tuturku
”ya udah akhirnya ana telfonin temen-temen. Alhamdulillah salah satu dari mereka punya jilbab hitam. Tapi ternyata di dalam daftar, baju pasangan jilbab hitam itu di pakai sore hari. Sedangkan sekarang adalah jilbab putih. Ana bingung. Akhirnya sudah saja ana ambil jilbab ana di gantungan lemari belajar ana. Bodo amat deh sudah agak dekil dan warnanya sudah agak pudar, yang penting ana gak pakai kerudungan dalem gold itu. Ana bertengkar hebat dengan bude ana hanya karena ana memegang prinsip bahwa jilbab itu yang menutupi aurat dan menjulurkan ke dada. Ana sudah strees banget pi pagi itu. Sampai ana bertanya dalam hati. Apa ini bukan jodoh ana? Kok ada aja yah masalah.padahal akad tinggal beberapa jam lagi. Ya Allah ana bener-bener perang batin di situ. Pertama orang tua ana khususnya ayah masih menyangsikan pernikahan yang akan di gelar. Kedua bude ana Cuma masalah sepele saja menjadi besar. Ketiga ana rasa persiapan pun belum maksimal. Seperti halnya buku tamu yang belum di beli, tisu makan,dll, ketiga pagi itu benar hujan deras bukan hanya mengguyur Depok dan jaksel tapi juga membanjiri Tanggerang Karawaci. Tapi Al-Hamdulillah, tetangga-tetangga di sana semua bergotong royong membereskan tenda yang bocor dan air-air hujan yang tertampung di tenda-tenda.”. air mata keharuanpun tumpah menganak sungai di pipi gadis manis itu.
”subhanallah ukh, ini ujian. Ana yakin anti bisa menghadapinya”. Sambut Yuli optimis
”yah Alhamdulillah. Sekarang semuanya berjalan lancar dan gak kerasa sudah hampir sebulan ana menjadi seorang istri.” tutur Heni tersenyum sambil mengusap air matanya.
”Allah sayang banget sama anti!”
”yah. Itu pasti. Toh sekarang ana bahagia hidup dengan suami ana tercinta. Anis. Walaupun kami masih jadi kontraktor. He...he...he...!”
”duh jadi bikin iri” sambut Yuli.
”nanti, skripsi kelarin, wisuda, kerja. Baru deh ikutin jejak Heni” jawabku.
”kelamaan bu keburu tua” tanggap heni
”lagi juga sekarang belum di kasih jodohnya”
”tazkiyatunafsi dulu yang penting”.
”iya bu ustadzah” seru Yuli meledekku.
            Allah selalu tahu kapanpun kita butuh. Ia selalu ada dekat dengan kita, apapun yang kita pinta walau dalam hal sesempit sekalipun ia selalu ada dalam hela nafas kita. Pilihannya tak pernah meleset. Al-Khairu bil Khairi. Yang baik pasti akan dapat yang baik pula. Walau mendapatkannya kita harus melewati beberapa tangga yang harus kita daki, kemudian belum lagi duri di tengah perjalanan, namun hasilnya. Subhanallah!!!saudariku ini telah merasakan hasil dari kesabarannya selama ini. Percayalah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar