Senin, 22 Oktober 2018

Refleksi Hari Santri Nasional


By : ovi sofwilwidad

22 Oktober yang jatuh pada hari senin. Merupakan hari besar nasional. Hari Santri Nasional. Santri yang merupakan representatif dari subjek pendidikan di negeri ini memiliki banyak tanggung jawab moral.

Di tengah hegemoni budaya barat, tersobek-sobeknya persatuan, dan maraknya hoax di tengah-tengah masyarakat, santri dianggap sebagai simbol pemuda santun yang mencintai negeri ini. Kesantunan tersebut merupakan gambaran seorang muslim yang menyejukan.

Diperingati sebagai hari santri nasional, sejarah membuktikan bahwa tanggal 22 Oktober yang jatuh pada hari ini merupakan kilas balik revolusi jihad yang digaungkan oleh KH Hasyim Asy'ari pendiri NU dalam menyerukan kepada para santrinya untuk memerangi penjajahan.

Sebelum disahkannya Hari santri Nasional pada tanggal 22 Oktober 2015, president Jokowi sempat mengemukakan ide untuk hari santri yang jatuh pada 1 Muharrom. Namun, saat itu aktifis PKS yang juga menjabat sebagai wakil ketua MPR Hidayat Nur Wahid memiliki pendapat berbeda. Ia mengusulkan tanggal 22 Oktober karena tanggal tersebut sesuai dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia yaitu Revolusi Jihad. Hidayat Nur Wahid mengemukakan pendapatnya setelah bersua dengan ketua PBNU Said Aqil Siradj. Seperti yang dimuat oleh tribun news tahun 2014 lalu. Dengan banyaknya usulan tersebut, akhirnya Presiden Jokowi meresmikan Hari Santri Nasional pada tanggal 22 Oktober 2015 .

Pada tahun 2018 ini, jumlah pondok pesantren di seluruh Indonesia berjumlah 25.938 dengan jumlah santri di Indonesia yang mencapai angka 3.962.700. Data ini sesuai dengan data kemenag tahun 2018. Berbeda jauh dengan tahun tahun 1977 yang saat itu jumlah pondok pesantren hanya 4.195 dengan jumlah santri 677.394. Gambaran data ini membuktikan bahwa pondok pesantren mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Namun, ada sebuah tantangan besar bagi pondok pesantren di Indonesia. Disamping maraknya degradasi moral dan kaburnya identitas bangsa Indonesia sebagai bangsa yang ramah, pondok pesantren beserta kiyai dan para santrinya memiliki peran penting dalam menyelamatkan Indonesia dari penyakit masyarakat seperti LGBT dan Praktek amoral yang menjangkiti masyarakat kita.

Dunia yang serba digital adalah pekerjaan rumah bagi para santri negeri ini. Karena dari digital, penjahat-penjahat moral dengan mudahnya mengkampanyekan tujuan mereka.

Dengan cara-cara yang diajarkan oleh nilai-nilai islam dan kebangsaan, santri diharapkan mampu memperbaiki apa yang sedang terjadi di negera Indonesia ini.