Kamis, 19 Januari 2012

kata kerja operasional indikator


Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar, KD yang ditandai oleh perubahan perilaku dan sikap yang dapat diukur yang mencakup tiga ranah afektif, psikomotorik, dan kognitif. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. 
Dalam mengembangkan indikator perlu mempertimbangkan:
  1. tuntutan kompetensi yang dapat dilihat melalui kata kerja yang digunakan dalam KD;
  2. karakteristik mata pelajaran, peserta didik, dan sekolah;
  3. potensi dan kebutuhan peserta didik, masyarakat, dan lingkungan/ daerah.
Berikut adalah kata kerja operasional dengan tiga ranah yang biasa dipergunakan untuk menyusun indikator.
A. Ranah Kognitif
  1. Pengetahuan (C1) : Mengutip, Menyebutkan, Menjelaskan, Menggambar, Membilang, Mengidentifikasi, Mendaftar, Menunjukkan, Memberi label, Memberi indeks, Memasangkan, Menamai, Menandai, Membaca, Menyadari, Menghafal, Meniru, Mencatat, Mengulang, Mereproduksi, Meninjau, Memilih, Menyatakan, Mempelajari, Mentabulasi, Memberi kode, Menelusuri, Menulis
  2. Pemahaman (C2) : Memperkirakan, Menjelaskan, Mengkategorikan, Mencirikan, Merinci, Mengasosiasikan, Membandingkan, Menghitung, Mengkontraskan, Mengubah, Mempertahankan, Menguraikan, Menjalin, Membedakan, Mendiskusikan, Menggali, Mencontohkan, Menerangkan, Mengemukakan, Mempolakan, Memperluas, Menyimpulkan, Meramalkan, Merangkum, Menjabarkan
  3. Penerapan (C3) : Menugaskan, Mengurutkan, Menerapkan, Menyesuaikan, Mengkalkulasi, Memodifikasi, Mengklasifikasi, Menghitung, Membangun , Membiasakan, Mencegah, Menentukan, Menggambarkan, Menggunakan, Menilai, Melatih, Menggali, Mengemukakan, Mengadaptasi, Menyelidiki, Mengoperasikan, Mempersoalkan, Mengkonsepkan, Melaksanakan, Meramalkan, Memproduksi, Memproses, Mengaitkan, Menyusun, Mensimulasikan, Memecahkan, Melakukan, Mentabulasi, Memproses, Meramalkan
  4. Analisis (C4) :  Menganalisis, Mengaudit, Memecahkan, Menegaskan, Mendeteksi, Mendiagnosis, Menyeleksi, Merinci, Menominasikan, Mendiagramkan, Megkorelasikan, Merasionalkan, Menguji, Mencerahkan, Menjelajah, Membagankan, Menyimpulkan, Menemukan, Menelaah, Memaksimalkan, Memerintahkan, Mengedit, Mengaitkan, Memilih, Mengukur, Melatih, Mentransfer
  5. Sintesis (C5) :  Mengabstraksi, Mengatur, Menganimasi, Mengumpulkan, Mengkategorikan, Mengkode, Mengombinasikan, Menyusun, Mengarang, Membangun, Menanggulangi, Menghubungkan, Menciptakan, Mengkreasikan, Mengoreksi, Merancang, Merencanakan, Mendikte, Meningkatkan, Memperjelas, Memfasilitasi, Membentuk, Merumuskan, Menggeneralisasi, Menggabungkan, Memadukan, Membatas, Mereparasi, Menampilkan, Menyiapkan Memproduksi, Merangkum, Merekonstruksi
  6. Penerapan (C6) : Membandingkan, Menyimpulkan, Menilai, Mengarahkan, Mengkritik, Menimbang, Memutuskan, Memisahkan, Memprediksi, Memperjelas, Menugaskan, Menafsirkan, Mempertahankan, Memerinci, Mengukur, Merangkum, Membuktikan, Memvalidasi, Mengetes, Mendukung, Memilih, Memproyeksikan
B. Ranah Afektif
  1. Menerima : Memilih, Mempertanyakan, Mengikuti, Memberi, Menganut, Mematuhi, Meminati
  2. Menanggapi : Menjawab, Membantu, Mengajukan, Mengompromika, Menyenangi, Menyambut, Mendukung, Menyetujui, Menampilkan, Melaporkan, Memilih, Mengatakan, Memilah, Menolak
  3. Menilai : Mengasumsikan, Meyakini, Melengkapi, Meyakinkan, Memperjelas, Memprakarsai, Mengimani, Mengundang, Menggabungkan, Mengusulkan, Menekankan, Menyumbang
  4. Mengelola : Menganut, Mengubah, Menata, Mengklasifikasikan, Mengombinasikan, Mempertahankan, Membangun, Membentuk pendapat, Memadukan, Mengelola, Menegosiasi, Merembuk
  5. Menghayati : Mengubah perilaku, Berakhlak mulia, Mempengaruhi, Mendengarkan, Mengkualifikasi, Melayani, Menunjukkan, Membuktikan, Memecahkan
C. Ranah Psikomotor
  1. Menirukan : Mengaktifkan, Menyesuaikan, Menggabungkan, Melamar, Mengatur, Mengumpulkan, Menimbang, Memperkecil, Membangun, Mengubah, Membersihkan, Memposisikan, Mengonstruksi
  2. Memanipulasi : Mengoreksi, Mendemonstrasikan, Merancang, Memilah, Melatih, Memperbaiki, Mengidentifikasikan, Mengisi, Menempatkan, Membuat, Memanipulasi, Mereparasi, Mencampur
  3. Pengalamiahan : Mengalihkan, Menggantikan, Memutar, Mengirim, Memindahkan, Mendorong, Menarik, Memproduksi, Mencampur, Mengoperasikan, Mengemas, Membungkus
  4. Artikulasi : Mengalihkan, Mempertajam, Membentuk, Memadankan, Menggunakan, Memulai, Menyetir, Menjeniskan, Menempel, Menseketsa, Melonggarkan, Menimbang

Rabu, 18 Januari 2012

Mendidik vs Mengajar



Mendidik itu ibarat bermain layang-layang. Tarik ulur dalam menghadapi siswa. Ada kalanya kita ulur benangnya agar terbang lebih tinggi ada kalanya pula kita tarik seraya mengerem laju terbang layang-layang. Begitu pula dalam mendidik. Guru maupun orang tua harus memiliki jutaan strategi yang jitu beserta ‘mantra’ untuk anak-anak yang mereka hadapi.
            Pada dasarnya mendidik dan mengajar memiliki makna yang berbeda. Namun banyak orang yang mengatakan kedua kata ini adalah sama. Mendidik memiliki makna yang lebih luas ketimbang mengajar. Jhon dewey mengartikan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia. Sedangkan dalam UUD no 20  tahun 2003 menyebutkan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Sedangkan mengajar menurut Herman Hudoyo (1990:6) diartikan sebagai suatu kegiatan dimana guru menyampaikan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki kepada anak didik.
                Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa mendidik adalah sebuah proses pembelajaran yang panjang agar dapat menciptakan generasi berikutnya yang lebih baik. Lebih jauh pengertian mendidik adalah upaya seseorang dalam sebuah proses perbaikan. Mendidik tidak hanya mengembangkan potensi kerja otak dan fikiran tetapi juga mengembangkan potensi yang dimiliki oleh hati, menyentuh perasaan dengan empati serta membangun sebuah peradaban baru dengan tindakan.
                Dalam mendidik, proses mengajar juga tak dapat dipisahkan. Mengajar adalah salah satu bagian dalam mendidik. Di dalam buku Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar Kurikulum Sekolah Dasar (1994:3) disebutkan bahwa mengajar adalah menciptakan situasi yang mampu merangsang siswa untuk belajar. Dari pengertian ini menyebutkan tentang situasi yang dalam hal ini adalah kondisi ruang kelas in door maupun out door.
Kebanyakan dari masyarakat kita sering kali salah mengartikan perbedaan yang amat mendasar ini. Banyak dari kita yang mengartikan bahwa mendidik sama dengan mengajar.tak sedikit dari pula yang mengartikan proses mengajar dan mendidik yaitu suatu proses di dalam kelas yang berjenjang dan berakhir dengan ujian akhir sekolah.
Mengajar memiliki makna yang lebih simple. Karena mengajar hanyalah kegiatan penyampaian pesan sekaligus informasi dari seorang guru kepada murid(Transfer of knowledge) sedangkan mendidik memiliki makna yang lebih luas bukan hanya sekedar transformasi ilmu pengetahuan dan informasi melainkan juga dapat mengubah suatu kebiasaan sikap dan mental manusia menjadi lebih baik.
Mengajar lebih bersifat teknis yang menciptakan sebuah teori sedangkan mendidik lebih bersifat  fundamental. Mengajar bisa jadi hanya dilaksanakan dalam jangkauan ruang dan waktu yang ditentukan, sedangkan mendidik dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun. Dalam teologi kaum muslim Allah swt mendidik rasulullah semenjak dari rahim siti aminah ibunya hingga rasulullah dapat menjadi orang terpilih yang sangat berpengaruh diseluruh dunia. Rasulullah dididik semenjak dalam rahim ibunya untuk menjadi orang yang sabar dan tawakkal. Karena pada saat itu pula Allah memanggil ayah rasulullah Abdullah untuk terlebih dahulu meninggalkannya.  Sedangkan Allah mulai mengajarkan rasulullah semenjak wahyu pertama diturunkan di gua hira. Pada saat itu Allah yang langsung mengajarkan kepada rasulullah kata pertama dalam surat Al-Alaq yaitu Iqra yang berarti bacalah. Bagitu pula seorang bayi yang masih didalam perut seorang ibu. Bayi tersebut telah didik oleh ibunya dengan rangsangan-rangsangan yang baik. Tak jarang pula ibu tersebut seraya berbicara pada bayi yang masih dikandungnya untuk mengungkapkan harapan-harapannya kelak.
Masih jelas dalam ingatan ketika ada seorang ibu yang sedang mengandung diberi petuah oleh orang tuanya tentang sebuah etika tidak boleh ini dan itu karena akan berimbas kepada anak yang sedang dikandungnya kelak. Mungkin beberapa orang akan mengatakan hal ini adalah suatu yang “jadul” mengingat petuah-petuah dan nasehat banyak yang dikaitkan dengan hal yanng tak masuk akal. Namun hal ini tidak akan akan mendapat label “jadul” jika kita amati secara seksama. hal ini sangatlah masuk akal jika dilihat dalam kacamata psikologi. Karena secara tidak langsung ibu tersebut telah mendidik bayinya menjadi seseorang sepertinya. Baik maupun buruk.
Kita dapat menyimpulkan dari dua kisah diatas. Bahwa mendidik mengandalkan seluruh panca indera hingga hati dan perasaan. Mendidik lebih bersifat terus-menerus dan continue. Mendidik juga mencontohkan akhlak yang baik dan mental-mental yang positif. sedangkan mengajar lebih bersifat teknis dan simple. Jadi guru maupun orang tua bukan hanya mengajar tetapi juga harus dapat mendidik. Lalu bagaimana dengan anda? Sudahkah anda mendidik?atau hanya sekedar mengajar.

Minggu, 15 Januari 2012

5 tahap mengajar efektif



       Mengajar itu bagaikan pementasan suatu atraksi yang dapat memberikan kejutan-kejutan baru kepada siswa. Mengajar membutuhkan berbagai macam strategi dan pendekatan yang dimodifikasi dengan sangat menarik. Sedangkan ruang kelas adalah studio yang didekorasi dengan display display yang unik agar dapat menyampaikan materi pelajaran dengan menyenangkan .
            Guru yang baik akan selalu membuat siswanya terkejut dengan hal-hal yang baru. Dapat membuat suasana kelas se “homy” suasana di rumah. Terkadang guru pun bertindak seperti sutradara, choac, sekaligus actor dalam pementasan tersebut. Guru yang baik adalah seniman yang ulung. Mereka diharuskan dapat memerankan semua peran dalam pementasan tersebut. Mereka harus dapat membuat gambar, menari, bergerak, menyanyi bahkan harus memiliki berberapa bakat yang melebihi  profesi lain.
            Dalam melaksanakan aksinya didalam kelas, tak jarang seorang guru juga harus memiliki sebuah perencanaan dan pemikiran yang kreatif. Inilah yang biasa dikatakan orang sebagai profesi yang nyaris membutuhkan kesempurnaan namun masih sering disepelekan.
            Beberapa tahap terpenting dalam mengajar secara efektif seringkali terlupakan oleh para guru. Tahap tersebut bukan hanya perencanaan yang tertulis dalam dokumen RPP, SKH ataupun Matpel. Tetapi juga beberapa tahap lainnya seperti, evaluasi hingga perayaan keberhasilan dalam sebuah proses.
1.      Fikirkan (think)
Sebelum memulai suatu tindakan sebaiknya fikirkan apa yang hendak dilakukan. Proses berfikir dalam memulai pekerjaan juga didasari oleh enam pertanyaan mendasar yaitu : apa, mengapa, siapa, kapan, dimana dan bagaimana. Begitu pula dalam proses pengajaran yang akan berlangsung di dalam kelas. Sebelum merencanakan aksinya di dalam kelas guru sebaiknya memikirkan rencana yang akan ia buat dan kemudian dituangkan dalam dokumen tertulis.
Proses berfikir ini juga bukan hanya di awal tetapi juga di tengah-tengah proses pelaksanaan hingga evaluasi. Guru harus memikirkan mengenai bagaimana ia harus menyampaikan pelajaran dengan menyenangkan.
2.      Rencanakan (plan)
Tahap selanjutnya adalah perencanaan. Perencanaan terbagi menjadi dua yaitu secara tertulis dan tidak. Segala sesuatu memiliki rencana setiap manusia juga memiliki rencana dalam hidup jangka panjang maupun jangka pendeknya Dokumen rencana secara tertulis disebut juga sebagai silabus dan RPP. Guru yang tidak memiliki perencanaan seperti seorang panglima yang ingin berperang tanpa senjata apapun.
Rencana pengajaran tersebut memiliki dua fungsi yaitu sebagai pedoman dan juga control. Namun rencana yang sudah sangat menarik belumlah cukup untuk menjadi tolak ukur keberhasilan dalam kelas.
3.      Laksanakan (do)
Proses pelaksanaan adalah proses paling inti dalam kegiatan belajar mengajar dalam kelas. Inilah aksi yang ditunggu-tunggu setiap siswa dengan letupan-letupan semangat di dalam kelas yang menyenangkan. Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar juga membutuhkan beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu pre test materi dan juga post test.
Pelaksanaan kegiatan belajar yang baik juga berkaitan dengan perencanaan yang baik. Pelaksanaan pembelajaran yang baik akan menghasilkan output yang baik pula. Jadi, rencana yang telah dibuat dengan baik hanya akan menjadi sia-sia jika tidak dilaksanakan dengan rule yang telah dibuat dalam perencanaan tertulis bernama RPP.
Tak jarang kita menemui para pengajar yang baik dalam pelaksanaan namun terkesan biasa saja dalam perencanaan. Karena memang inti dalam pembelajaran adalah pelaksanaanya. namun sepatutnya guru yang hebat akan membuat rencana besar untuk melaksanakan tanggung jawab yang besar.
4.      Evaluasi (test)
Tahap selanjutnya adalah evaluasi. Evaluasi dapat berbentuk test maupun non test. Evaluasi berbentuk test sering kali kita dapati dalam bentuk soal, pertanyaan ataupun latihan-latihan yang mengunggulkan kognitif sisiwa. Sedangkan evaluasi dalam bentuk non test jarang sekali diperhitungkan. Padahal ranah taksonomi blum bukan hanya berkisar pada kognitif yang mengandalkan kerja otak semata. Masih ada ranah yang terkadang belum disadarkan oleh guru yaitu ranah afektif dan juga psikomotorik siswa.
Evaluasi berbentuk test terkadang menjadi momok menakutkan bagi siswa. Hal ini terlihat dengan banyaknya siswa yang nervouse dan stress pada saat ujian maupun ulangan. Ada guyonan menarik serta menggelitik dari seorang guru yang mengeluarkan ide secara spontan beberapa waktu lalu di salah satu seminar tentang multiple inteligency “bagaimana jika ujian berbentuk komik?”. Mungkin sedikit tak masuk akal jika melihat pendidikan yang masih bersifat sentralisasi. Namun tak menutup kemungkinan hal ini terjadi jika telah banyak guru yang menyadari fungsi test dan evaluasi tersebut bukan hanya berujung pada nilai kognitif tetapi juga perubahan sikap menjadi lebih baik

5.      Rayakan (celebrate)
Tahap terakhir yang sering terlupakan adalah merayakan keberhasilan. Meryakan keberhasilan bukan dimaksudkan untuk hura-hura yang sia-sia. Tetapi bermaksud untuk menyegarkan kembali.
      Otak manusia seperti halnya sistem dalam komputer yang butuh penyegaran sebelum melanjutkan aktifitas kembali. Merayakan keberhasilan juga sangat dibutuhkan siswa di dalam kelas ketika mereka telah selesai melaksanakan tugas-tugas mereka dalam proses belajar dan evaluasinya.
Perayaan ini dapat berbentuk dengan brain gym yang menggerakan bagian tubuh seperti tepuk tangan, melompat dan sebagainya dan diiringi lagu yang sesuai dengan perkembangannya. Ada pula yang berbentuk games. Ataupun memperbolehkan siswanya untuk melakukan hal-hal yang ia inginkan seperti makan, minum ataupun sekedar bertukar fikiran dengan teman sebangkunya namun masih dalam kontrol guru di dalam kelas.


Nb: Penulis adalah guru yang tercatat di SDIT Darojaatul’uluum, limo, Depok. Menyenangi dunia tulis menulis dan petualangan. Lulus dari UIN pada th 2009 yang lalu. Dan tercatat sebagai anggota komunitas Writing revolution dan relawan Rumah zakat Depok