Rabu, 28 Juni 2017

Anak-Anak Dalam Lingkaran Politik
Sekedar Opini dan Pengamatan.
By : @ovisofwilwidad

Dunia politik memang gak akan ada habisnya untuk dibicarakan, bahkan emak-emak dasteran seperti saya yang setiap hari nungguin orderan di depan gadget mau gak mau bersuara juga. Sebenrnya saya kurang tertarik membahas ini, karena jelas bukan kapasitas saya berbicara tentang gelombang politik di Indonesia dalam beberapa bulan terakhir.

Berawal dari kasus penistaan agama hingga kriminaslisasi ulama. Sampai terseret-seretlah beberapa nama-nama baru yang sengaja atau tidak digiring ke permukaan.

Sebut saja Afi, seorang anak SMA yang menjelma menjadi tenar dengan tulisannya. Bukan hanya saat ini saya mengenal Asa Firdaus atau lebih dikenal Afi Nihayah. Beberapa tahun lalu pun saya sudah mengenal dia dengan postingannya yang tidak biasa selayaknya anak-anak sebayanya. Memang saya tidak berteman tapi saya sering ngintip tulisannya yang adem dibaca. Jujur saya senang dengan anak-anak yang suka menulis.

Dahulu postingannya banyak tentang kehidupan bersosial. Mengajak kita untuk berhusnudzon intinya. Tapi semakin kemari, tulisan-tulisannya semakin bergeser dari ruh yang ada. Bukan mendamaikan, tapi hanya meramaikan. Tulisan yang paling viral adalah yang berjudul "Warisan" karena jelas umat islam tidak setuju dengan isi tulisan tersebut. Jika agama hanya sekedar warisan, bagaimana dengan kasus orang tua yang keyakinan beragamanya berbeda dengan anak kandungannya? Saya kira kasus ini banyak sekali di muka bumi.

Saya tau Afi mengungkapkan isi hatinya yang bergejolak tentang segala hal lewat tulisan, namun..seraya ada yang janggal saat itu dalam beberapa tulisannya termasuk "Warisan". Hingga akhinya publik digegerkan dengan berita plagiarisme yang dilakukan oleh anak secerdas Afi. Sebelum aksi plagiarismenya tercium, Afi diundang ke berbagai dialog kebangsaan, kampus dan juga media elektronik.

Baiklah kita lupakan kasus "warisan" dan plagiat yang ia lakukan. Maafkan, saat ia memang sudah minta maaf. Apalagi dibully dengan kata-kata tak pantas. Coba saja bayangkan jika itu terjadi pada anak kita. Ia hanya korban dari aktor utamanya. Siapa aktor utamanya? Tanyakan saja dengan pasukan tuyul yang senang bergerilya di medsos.

Setelah Afi, saya melihat beberapa postingan tentang Annisa Madaniyah yang sempat heboh tahun 2016 lalu karena berani menantang debat  terbuka Jokowi. Sayangnya Annisa Madania yang sempat dibilang musuh Jokowi adalah tokoh fiktif. Ah, dagelan apalagi ini?

Hadir lagi ke permukaan adalah Putra Mario. Salah satu anak yang dikabarkan korban persekusi oleh sebagian kelompok. Saya sudah melihat video bagaimana mario diberi tindakan tidak pantas oleh sebagian orang dewasa. Akhirnya saya penasaran, apa yang dilakukan anak ini? Tak ada asap jika tidak ada api. Ternyata berawal dari postingan Putra Mario yang tidak pantas kepada umat islam. Ya Allah, saya menghela nafas dalam-dalam. Apakah ini yang diajarkan oleh orang tua dan guru-gurunya? Apa orang tua dan gurunya mengajarkan untuk menghina pemuka agama lain? Lagi-lagi saya harus melihat beberapa tikus yang lompat pagar mengacak-acak pekarangan orang lain. Jelas saja pemiliknya akan marah. Persekusi oh persekusi. Kosakata yang muncul hanya untuk sebagian kelompok.

Nak, waktumu saat ini belajar. Bukan waktumu meramaikan media sosial yang menyihir kalian menjadi gerombolan bermulut besar. Media sosial yang menyulapmu seketika terlihat piawai menjadi kebangaan, padahal kau baru saja melangkah, akhirnya dengan media juga kau dijatuhkan. Untukmu para orang tua, semoga Allah menjaga anak-anak semurni masa yang kita lalui dahulu.

Ya sudah, emak2 dasteran ini mau lanjut fitnes dulu di sumur. Ini hanya opini, setuju atau tidak setuju itu biasa...

8, Juni 2017

Salam sayang dari
Emak dasteran, emak gadgetan😊