Selasa, 04 Juli 2017

DUNIA GIYA




        Part 1

   “Coba dulu permainan ini...kalau kamu mampu melewati rintangan ini, permen karet ditanganku buat kamu,” ucap anak laki-laki berusia 8 tahun itu sambil menunjukan permen karetnya kepada Giya. Ia pun berdiri tertantang dengan bocah lelaki di hadapannya. Anak laki-laki itu menggenggam butiran bola-bola berwarna cerah. Giya yakin itu permen karet yang nikmat sekali. Tangan Giya hendak merebut, tapi ia kalah gesit. Ronald menangkupkan genggamannya sambil mengangkat alis mata kanannya menantang bocah berambut ala Demy More itu
            “Coba dulu itu,” sebelah alis Ronald terangkat beberapa senti ke atas.
            Namanya Ronald. Orang memanggilnya dengan sebutan Onang. Karena sewaktu kecil dulu Ronald tidak dapat memanggil namanya dengan sebutan Ronald. Orang bilang cadel. Jadilah Onang nama panggilan yang terkenal sekarang. Dia memiliki kakak yang juga satu sekolah dengannya. Namanya Hendy. Orang tuanya bekerja menjadi abdi negara sebagai TNI sedangkan ibunya sebagai guru di SMP Perwira 2.
            Giya tak mau dianggap pecundang jika ia tak mengambil tantangan dari Ronald. Lagi pula permen karet rasa strawberry di tangan Ronald membuat air liurnya hampir melelah tak tertahan.
            “Oke, Siapa takut! ini mah kecil.” Giya menjentikan kelingkingnya ke arah Ronald.
            Satu...dua...tiga...‘Hap!’ Giya bergelantungan pada gelang-gelang besi yang diikatkan pada besi jemuran baju milik ibu penjaga kantin. Tangannya cekatan menggelantung dari satu cincin ke cincin besi yang lain. Matanya membelalak saat imajinasi liarnya bekerja. Ada jurang di bawah kakinya semakin lebar...semakin lebar dan semakin dalam. Kini tubuhnya tepat menggelayut pada jurang yang dibawahnya banyak sekali buaya-buaya kelaparan.
            “AAAAAAA.....!!!!” jeritnya keras sambil memejamkan mata. Saat itu pula tubuhnya tak berkoordinasi baik dengan tangan dan kaki yang mulai kacau.  Kakinya ingin menggapai gelang besi lainnya karena Giya sadar tangannya tak bisa menjadi tumpuan tunggal tubuhnya saat tangan lainnya bekerja menggapai jauhnya gelang besi yang tergantung itu.
            ‘klining’ Sempurna. Saat gelang-gelang besi itu berbunyi akibat bersentuhan, tubuh Giya pun berubah 1800. Kini bukan tangannya yang menyentuh gelang besi tapi berubah menjadi kakinya yang tersangkut pada gelang besi jemuran.
            Ronald berlari menuju kelas. Mengabari hal buruk yang terjadi pada Giya di halaman sekolah yang tepat sekali berada di depan jendela kelas 3 pelangi.
            “Oww...Bencana apa lagi yang akan kamu buat nak!” tutur Miss Sofi sambil mengusap dahinya yang berkeringat melihat tingkah Giya di halaman sekolah.
            Seharusnya Giya tak lagi keluar dari kelas. Seharusnya ia berada di tempat duduknya pada jam ini. Seharusnya gadis kecil itu sedang fokus dengan pelajaran yang akan dibahas Miss Sofi pagi ini.
            “Orang aneh!” gumam si cantik melani sambil menggeleng-geleng kepala seperti orang dewasa. Rambutnya yang ikal bergoyang kekanan dan kekiri dengan anggun bak seorang putri kerajaan di cerita-cerita Dysney.
            Sekolah dasar merah putih pukul 07.30. Hijaunya rerumputan telah terinjak kaki-kaki mungil anak-anak yang berlarian menuju kelas. Cat tembok yang  telah pudar namun, tiang bendera di tengah-tengah lapangan masih tetap berdiri gagah meninju langit. Jendelanya nampak rapi berbentuk persegi panjang dengan tempelan-tempelan lucu dan menarik hasil ciptaan tangan anak-anak. Deringan bel yang berbunyi setengah jam yang lalu juga telah menyulap halaman sekolah sedikit lebih sunyi. Pada menit ini seluruh siswa berada didalam kelas, di laboratorium, di dalam mushallah, atau di dalam ruang multimedia yang sesuai dengan subject mata pelajarannya masing-masing.
            Hari pertama di bulan Maret. Memasuki bab baru pada materi pekerjaan, miss Sofi menjelaskan tentang pekerjaan-pekerjaan yang terdapat di masyarakat kita. Mulai dari pekerjaan yang berat hingga pekerjaan yang dikerjakan dengan duduk berlama-lama di depan komputer.
            Giya segera menempati kursi dan mejanya yang penuh dengan tempelan-tempelan sticker Disney. Goofie, Paman Gober, Donald, dan juga Mickey Mouse. Ia merapikan kursinya dan bersiap mendengar penjelasan Miss Sofi tentang pengetahuan baru kali ini.
            Semua siswa nampaknya antusias dengan pelajaran tentang pekerjaan. Satu-satu, Miss Sofi mempersilahkan mereka maju kedepan untuk mengungkapkan cita-citanya kelak dalam bekerja.
            “Melani, Silahkan maju kedepan, coba ungkapkan keingananmu kelak akan bekerja pada bidang apa?” tutur Miss Sofi. Gadis berambut ikal dengan mata bundar yang menawan itu melangkah pasti kedepan kelas. Senyumnya yang berpadu dengan keindahan lesung pipinya bagai guratan matahari pagi yang cerah dan menaburkan kesegaran. Melani siap dengan ungkapannya. Seluruh anakpun siap menjadi pendengarnya. Begitupun dengan Giya yang terlihat bertumpang dagu menunggu penuturan Melani.
            “Aku Ingin sekali menjadi seorang artis seperti Asmiranda. Dia cantik, baik dan terkenal.” Sempurna, gadis ini menuturkan pendapatnya dengan jelas dan ekspresi yang sangat menawan cocok sekali menjadi seorang artis papan atas seperti yang diimpikannya sejak dini. Beberapa anak terdengar  berceletuk. Ia lah dia bisa jadi artis, kan dia cantik dan anak orang kaya.
            “Baik, siapa lagi yang mau mengungkapkan keinginannya kelak bekerja dimana. Ok Hands Up!” seru Miss Sofi kepada para siswa-siswinya.
            Me teacher...” Giya mengangkat tangan kanannya untuk maju ke depan.
            Sekarang, giliran dirinya maju menunjukan kemampuannya dalam mengungkapkan impiannya dalam bekerja.
            “Silahkan Giya, ungkapkan keinginanmu.” Gadis itu melangkahkan kakinya  dengan mantap. Seperti seorang menteri yang kelak akan ditepuki dan disalami oleh orang banyak. Ia merasakan tepukan tangan penghormatan dan teriakan orang-orang yang mengelu-elukan namanya. Giya siap dengan pidatonya sebagai seorang menteri di podium yang kini masih menjadi ruang kelas dengan disply-disply menakjubkan.
            “Ketika aku besar nanti aku akan menjadi....  (Bersambung dulu yah... :) )

NAMPAK SEMPURNA

Banyak orang nampak sempurna di media sosial. Keluarga bahagia, harta berlimpah, wajah yang rupawan. Sementara itu di sisi lain, ada yang berdecak "ya Allah kenapa saya begini, kenapa dia begitu".
Ketahuilah, sebenrnya apa yang sosial media tampilkan hanya sisi sebagian orang. Kita gak tau ujian apa yang sedang ia hadapi. Bisa jadi, kesenangan yang ia tampilkan dalah caranya menutupi perih dalam hidupnya. Tapi, ia tak mau membagikan luka itu kepada orang lain agar tak menjadi beban.
Ketahuilah, bahwa semua orang tak luput dari ujiannya masing-masing. Dan Allah tak akan membebani seseorang dengan ujian diluar kesanggupannya.
لا يكلف الله نفسا الا وسعها (البقر٥: ٢٨٦)
"Allah tak membebani seseorang sesuai dengan kesanggupannya."