Selasa, 27 November 2012

Melepas Bayang Mu

Damar, nama yang akhir-akhir ini selalu mengganggu tidur pulas Amara. Gadis remaja kelas 2 sekolah menengah yang terkenal dengan sifat masculinnya itu tiba-tiba berubah drastis menjadi feminim abis. Pertemuan Amara dan damar terbilang singkat. Kegiatan baksos yang diadakan dari salah satu acara TV swasta menjadi jembatan pertemua mereka. Amar tak menyangka akan ada pemuda yang menklukan hatinya. Padahal Damar sama sekali bukan pemuda sekelas Jio dan Revan yang hingga kini masih mengejar hati Amara.
    Sosok Damar yang bersahaja membuat Amara semakin larut dalam kehidupan Damar. Damar tak pernah mengajaknya ke cafe kelas elit seperti yang dijanjikan Jio. Kebersamaan mereka habis di toko buku ataupun tempat-tempat bersejarah seperti museum. Damar dan Amara nama yang sengaja Amara ukir indah di cabang pohon delima samping rumahnya. Berharap tak akan pernah usang tak akan pernah pudar. Hingga badai pun datang pada kehidupan Amara. Suatu yang mungkin tak akan Amara kira pada awalnya terjadi. Sosok Damar yang bersahaja seketika berubah menjadi monster yang mengerikan. Damar bermain api dengan sahabat Amara sedari kecil yang bernama Dewi.
‘brakkk!!!’pintu ruangan bercat biru muda keras dibantingnya. Baru kali ini ia menangisi seorang lelaki. Amara membanting tubuhnya ditempat tidur meluapkan segala kekesalan yang ia alami hari ini. air matanya semakin deras mengalir tak terbendung, semakin keras tangisnya semakin pilu dan dalam kegalauan hatinya. Tak ada maaf untuk hati yang diduakan!!
“dear god, kenapa ini harus terjadi!!!” rintihnya dalam hati. Entah sudah berapa bungkus tisu yang habis untuk mengusap air matanya. “Kalau akhirnya harus begini untuk apa aku memulai kehidupan berpacaran”. Gumamnya pilu.
‘blip’ suara Blackberry messanger yang masuk ke dalam ponselnya
Damar
“aku tunggu kamu ditempat biasa yah...”
Pesan tersebut dibacanya, namun ada guratan tak tertarik untuk membalasnya. “ah kamu bukan Romeo yang aku kira Damar...”. suara getar ponsel itu terdengar kembali
Damar
 “kok di baca tapi gak di balas”.
“PING!”
“PING!”
Berkali kali suara bunyi ponsel bertalut-talut. Semakin sakit terdengar suara itu berkali-kali memanggil. ‘delcont’ delete contact langkah terbaik. Tak akan ada lagi nama Damar di ponsel ini.  berharap pula tak ada lagi bayangan Damar di fikiran ini. walaupun berkali-kali Damar meminta kembali, rasanya semua tak mungkin. Jiwanya labil saat ini. “owhh..ini rasanya ditusuk dari belakang oleh sahabat sendiri”. Sakit memang, bahkan amat sakit. Tak pernah ia bayangkan akan berakhir seperti ini. “cintaku dan ceritaku bukan sinetron berepisode” rintihnya. “cintaku dan Damar tak akan berseri lagi. Tak akan!!”. Bentaknya keras.
-----
    Satu bulan berlalu kejadian tersebut. Amara mencoba move on dari cerita lalunya. Walau hingga saat ini intuisinya masih menangkap Damar yang seakan tak dapat melepasnya.
“Move on and move up! Hidupku masih panjang, jangan lagi disia-siakan dengan tangisan masa lalu”. Amara mulai menekuni dunia baru, dunia kepenulisan. Komunitas baru dengan orang-orang baru. Ia berusaha meninggalkan semua kenangan tentang Damar hingga tak lagi berkunjung ke tempat yang kemungkinan mengembalikan ingatannya lagi dengan Damar.
“kalau boleh aku minta, lebih baik aku amnesia semua yang berkaitan denganmu Damar” gumamnya keras. “jangan, jangan aku tak mau amnesia dalam usia muda”. Bimbang.
    Amara larut dalam kegiatan barunya, bintang terang dalam hidupnya menyala kembali dan asanya semakin ia rajut sedikit demi sedikit pasti dan semakin jelas. Ini adalah masa-masa sulit memang. Kelabilan Amara ditambah kejadian yang telah lalu membawanya pada kekecewaan mendalam. Ia belum pernah merasakan indahnya memiliki kekasih sebelumnya. Tapi ketika dihadapkan pada sosok Damar benteng pertahanannya pun luntur seketika.
“kenapa harus ketemu Damar, kenapa juga harus ada Dewi dalam cerita kita”
.”ahh....sulit sekali lepas dari bayang-bayangmu Damar. Aku memilih mundur dan melepasnya untuk Dewi”. Curhatnya dalam hati.
“kamu sudah benar-benar melupakan Damar ra?”. Tanya Dewi kemarin.
Hening......
    Entah harus berbohong atau bagaimana. Fikiran Amara melompat-lompat mencari jawaban yang tepat.
“sudah, bahkan kini aku sedang dekat dengan Jio”. Jawabnya berbohong. Sungguh tak ada hubungannya Amara dengan jio. Tapi bibir tipisnya seakan mendorong nama Jio tampil dipermukaan.
“jio??good job sista” ada guratan senyum dibibir Dewi saat itu. dan ada kebohongan yang disembunyikan Amara.
    Masa-masa peralihan, dari ada menjadi tiada. Badai tak mungkin berkepanjangan, seketika ada tangis dan haru ada pula senyuman dan tawa. Hidup harus terus berjalan walau episode baru ini harus diawali dengan kebohongan. Status palsu Amara dan Jio. Fikirnya ini lebih baik ketimbang harus mempertaruhkan persahabatan yang ia bangun dengan Dewi.

 
   




Tidak ada komentar:

Posting Komentar