Kamis, 18 Juli 2013

Hari yang konyol with miss April



                I
ni hari emang hari paling konyol dalam seminggu ini. Kenapa aku bilang dalam seminggu karena dalam sebulan sering kali aku mengalami hal konyol dengan berbagai varian rasa. Wedeh...varian rasa, kaya jualan makanan ada strawberry, mellon, cincau, pare sampe empedu. Loh? Semakin ke sini kenapa kekonyolannya semakin pahit ya? Akrena hidup itu gak semua manis kadang manis, pedas, kadang sepet, bahkan pahit seperti pare.
Selasa, 16 Juli 2013
                “Siapa yang mo ikut akooohh??” teriakku di kantor sekolahan. Profesiku sebagai guru muda, yang katanya masih ababil mengenalkanku pada dunia mikro kehidupan ini.
                “Ikut kemana jeng?” tanya salah satu rekan kerjaku bernama wiwi.
                “Ikut ke bank yuk nyetor,” ajakku padanya.
                “Berarti aku dapat uang ongkos nemenin doong?” jawab wiwi sumringah. Mereka memang manganggapku banyak uang. Alhamdulillah sih, bersyukur saja aku memang serba kecukupan setiap mau beli ini dan itu rasanya Allah mencukupinya bahkan terkadang menambahkan dengan cara yang tidak kita kira. Lagi-lagi bukan karena aku banyak uang tapi karena mungkin imbas dari rasa syukurku selama ini.  
                “Lah, pake minta ongkos kan saya mau nyetor ke WC,” jawabku datar kepada wiwi dan disambut dengan wajahnya yang inocent itu memanyunkan bibir tipisnya. Aku terbahak melihat wajahnya yang semula cantik seperti alisa subandono berubah menjadi omas wati. Jauh banget kan ngejatuhinnya.
                Yup, niat pertama setoran ke bank ajaib itu selesai. Aku pun bersiap-siap untuk berkelana sambil ngabuburit menunggu maghrib. Akhirnya aku lempar lagi pertanyaan yang sama seperti tadi.
                “Siapa yang mau ikut akoooh???” Semua tak ada yang bergeming. Mereka nampaknya sudah malas dengan kejailanku sebelumnya.
                “Serius nih...mau ngabuburit. Aku mau ke Gramedia Depok,” tuturku sambil merapikan tas ranselku siang itu.
                “Guwe ikut Vi, guwe ikut!” seru April dengan gaya ramainya yang seperti pasar pindah. Temen aku yang satu ini memang sedikit gokil bin picicilan. Di sekolah sebenarnya nggak boleh ngomong guwe karena pada aturan mainnya seperti itu. tapi, wanita yang sebenarnya anggun ini sering kali keceplosan kalau sedang bicara dengan aku atau teman-teman lainnya. April juga hobi jalan-jalan hingga sekarang, ditambah partner kerjanya dari dulu semenjak ditempati di sekolah ini selalu dengan anak-anak muda yang jomblo tapi bahagia hobi ngebolang macam aku. Padahal udah emak-emak dengan anak satu. Seakan tak ingat dengan statusnya sebagai seorang ibu, April dengan semangat ikut aku berkelana menjelajah margonda yang metropolis.
                “Ya udah yuk, tapi nanti pulangnya gimana?rumahku kan jauh banget,” tanyaku
                 “Ya elah kaga usah rempong deh sekarang banyak angkot dimana-mana, suami aku juga pulangnya malem kaanya mau main futsal dulu.”
                “Okelah, kita cabut, cuss ke Gramedia” ajakku semangat.
                                                                                                ***
Gramedia Depok, 14.00 AM
                Sampai di basement toko buku terbesar di kota Depok. Sepanjang jalan tadi, kami berbicara banyak hal dari masalah penempatan wali kelas, anak-anak hingga bicara bumbu dapur yang naiknya drastis melonjak kaya manjat tebing ngos-ngosan kalau liat struk belanjaan yang mahalnya bikin kepala sampai botak. Dalam parkiran UG Gramedia, sempat-sempatnya April meledek bapak satpam yang cemberut. Sampai aku tertawa geli dengan banyolan isengnya. Karena saking, konsentrasinya aku tertawa sampai-sampai salah masuk parkiran mobil. Mataku memang agak-agak siwer, padahal kacamatanya sudah tebal. Hampir saja aku lurus masuk ke perkiran mobil-mobil di parking area. Buru-buru aku membelokkan kuda besiku untuk berbalik arah dan turun ke tempat parkir paling bawah. Lalu memarkirkan motorku disitu.
                “Aduh...enak yah siang gini kalau ada es?” kataku.
                “Gila lu Vi, Istighfar!” serunya terkejut.
                “Maksudnya esyamsi wa dhuha ha...” jawabku dengan membaca awalan surat Asyams itu. Tangan April spontan menoyor kepalaku.
                Sesampainya kami di dalam gedung toko buku, aku menuju  rak buku horor. Niat ku memang ingin mengececk keberadaan buku terbaruku yang sudah mulai dipasarkan di toko-toko buku. Beberapa buku horor yang sepadan dengan bukuku juga bertengger di sisi kanan dan kirinya. Mulai cerita hantu Jakarta, horo 13 yang covernya kata teman sekomunitasku bilang “Covernya idiiiihhh banget” hingga cerita horor kejahatan.
                Aku mengambil salah satu buku diantaranya lalu kubaca sebagiannya. Sungguh, aku penasaran dengan buku horor yang katanya covernya idiiih banget itu. tapi, sayangnya itu buku belum ada yang dibuka plastiknya. “Ini tanggal tua cyiiinn...lagi nggak ada post untuk beli buku di tanggal segini.” Gumamku dalam hati. Akhirnya aku cukup menikmati jejeran cover-covernya saja dengan mata empatku.
                Tak cukup disitu, setan dikepalaku membisikan aku untuk membuka salah satu covernya. Tapi dilain hal, aku kan tak berniat untuk membelinya. Kalau aku rusak plastiknya aku takut ketahuan dari CCTV dan satpam-satpam itu.  Tanganku meraih ragu-ragu buku horor 13 itu, belum ada satu pun plastiknya yang terbuka. Bahkan secara nakal, tanganku mulai menggesek-gesek keras plastik buku tersebut agar terlihat ketidak sengajaanku yang konyol ini.
                “Permisi mbak, saya mau ambil bukunya,” kata seorang lelaki yang aku taksir masih kuliah di semester-semester pertama ini. ‘wedehh brondong’ . Lelaki itu mengambil salah satu buku yang memang aku incar dengan santainya. Tangan lelaki itu masuk kedalam rak hingga ketengah-tengah tumpukan buku-bukunya dan hap! Ia berhasil mengambil dan membawa buku yang telah telanjang tanpa sampul plastik.
                “Tuh, kan elo sih oon,” kata temanku April.
                “Biasanya itu kan ada ditengah-tengah,” April mengomentari keculunanku hari itu.
                                                                                                ***
                “Lama-lama guwe pegel Vi.”
                “Ya udin deh duduk aja sana cari di pojokan,” kataku pada ibu beranak satu ini. tanpa berlama-lama aku dan April mencari tempat PW atau Posisi Wenak yaitu di pojok belakng rak di depan kaca jendela toko. Posisi tersebut memang posisi yang paling favorite bagi para pembaca-pembaca kere akhir bulan seperti ku. Rasa hati ingin beli buku tapi dewi rupiah sedang tidak berpihak pada dompet-dompet di tanggal-tanggal tua.
                Aku berlari kecil menuju tempat PW tersebut. syukur-syukur tidak ramai seperti jalanan margonda. Aku melongok ke belakang rak di pojokan yang aku tuju.
                “Innalillahi...” kataku dalam hati. Takjub melihat pengunjung di toko buku ini yang setengahnya ternyata ada di tempat PW ini.
                “Kaya pepes Pril, pada selonjoran di lantai,” bisikku pada April. April pun terkekeh geli melihat pemandangan kampung nelayan dengan jejeran ikan teri yang dikeringkan oleh panas matahari seketika pindah ke dalam toko buku  gramedia ini.
                Aku pun ikut serta dalam pemandangan itu. semoga tak ada kamera pengintai atau CCTV. Karena jika ada, aku akan menjadi ikan buntal diantara pepesan ikan-ikan teri ini. Maklum, saat aku lihat-lihat bodyku paling seksehh diantara yang lain.
                Semenit dua menit hingga sepuluh menit berlalu dengan santainya. Buku yang kubaca pun hampir di bab ke tiga. Wihi cepet banget. Itu baca buku apa cuma kebat kebet doang yah?
                “Maaf, silahkan pindah ditempat lain, dilarang baca buku di atas lantai!” seru satpam berbadan tinggi berkulit agak gelap kepada kami yang berada di tempat PW itu. “lagi enak-enak juga...-iya deh ganggu kesenangan aja nih satpam.” Seru beberapa orang yang berada disitu.  
                “Baru kali ini guwe diusir secara terhina ama seorang satpam kaya begini,” gumamku dalam hati. Mana diliatin banyak orang, lagi puasa, laper. Haduuhh bener-bener nasib!!!
                Setelah aku puas membaca beberapa buku saat kejadian tadi, segera aku ajak April untuk pulang. Lelah, kelaperan, kucel, pegel-pegel sampai wajah penuh minyak menambah kusutnya kejadian siang itu. Mungkin, minyak diwajah ini bisa jadi energi alternatif pengganti minyak goreng atau bensin premium. kemudian aku dan April turun menggunakan eskalator yang bentuknya sangat imut. saking capeknya, April mengajakku duduk di eskalator yang sedang berjalan turun tersebut. spontan aku ikuti saja petuahnya karena aku pun kelelahan dan betis ku membengkak akibat menggunakan sepatu yang ada hells'nya. sambil memencet-mencet keypad balck berry dan memelototi layarnya dengan serius, aku tak sadar eskalator sudah sampai bawah dan seharusnya para pengguna keluar dari eskalator tersebut. namun, aku masih tak sadar sehingga tubuhku tak bisa berdiri dan hampir terjepit kemudian terjerembab di ujung eskalator yang masih berjalan. sedangkan April tanpa berdosa mentertawakan aku yang masih sulit berdiri. -____-
                Aku beranjak pergi dari toko itu. Membayar parkir motor yang wajah penjaganya ditekuk tanpa senyum, persis seperti uang seribuan yang lecek.
                “Senyum dikit napa mas....” April si emak-emak rempong ini lagi-lagi menggoda jahil petugas loket parkir tersebut.
                “Kualat loh Pril, nanti doai nggak redo.” Jawabku sekenanya. Masa bodo dengan komentarku. Baginya petugas jasa itu yah harus tampil apik dengan senyum. Akhirnya aku mencoba meng-gas si kuda besi itu setelah selesai urusan pembayaran parkir tadi.
                Jalanan keluar dari parking area gramedia menanjak. Ku nyalakan motorku yang sebelumnya mati secara tiba-tiba lalu meng-gasnya tanpa mengontrol posisi gigi ada di gigi satu, gigi dua atau gigi rontok.
                ‘BREEM!!’
                “E...e...mundur Pril, mundur Pril, nggak kuat nanjak, nggak kuat nanjak!” seruku panik. April yang duduk di belakang boncenganku sama paniknya dan segera turun. Mobil mewah dengan pengendara yang wajahnya mewah juga dibelakang motorku yang akan keluar, membunyikan klaksonnya tak sabar. Mereka pun panik karena takut mobilnya terkena bamper belakang motorku yang dekil ini. Takut kena virus sial, apa kena virus konyol kali yah...hehehe. Arpil lalu berjalan hingga ke atas sambil sumpah serapah seperti nenek-nenek yangn kehabisan sirih.
                Aku dan April pulang ke rumahku. Niatnya ia akan kerumah saudaranya di sukmajaya. Tapi, karena orangnya nggak ada jadilah dia ikut denganku pulang kerumah. Sore ini aku juga ada janji dengan Rita, teman lamaku yang punya butik kecil. Aku berniat untuk membeli baju kepadanya. Aku ajak saja April sekalian, siapa tau dia tertarik untuk beli baju.
                Aku jalankan motorku ke rumah Rita sambil beberapa kali tanya sana dan tanya sini. Tapi sesampainya di dekat rumah Rita.
                “Maaf Vi, guwe adanya jam lima.”
                “Yaa, padahal guwe udah deket rumah lo Rit,” jawabku lemas. Aku pun membelokan motorku pergi menuju jalan pulang. Dalam perjalanan, beberapa kali April mengeluh.
                “Kalau disuruh balik lagi guwe keder Vi liat jalanan komplek,” Tuturnya padaku.
                Sesampainya dirumah, aku ajak April solat dan segera menyiapkan buka puasa. Tukang es campur tujuan pengembaraan kita kali ini. beli es campur untuk buka puasa dengan ibuku. Aku pun segera pamit dan pergi mencari keberadaan es campur itu. jalanan komplek yang mavet dengan pedagang di pinggir kanan kiri jalan hingga kendaraan yang diparkir sembarangan membuat jalanan ini mampet kaya selokan depan rumah yang mengakibatkan banjir.
                Setalh mendapatkan es campur, aku kembali kerumah Rita. Suasana menjelang maghrib, fikirku akan keburu sampai di rumah pas maghrib tiba, tapi ternyata aku justru mendadak buka puasa di rumah Rita karena sampai lokasi rumahnya tepat ketika azan berkumandang. Berasa minta bukaan puasa sama Rita. Malunya tingkat benua asia. Tambah lagi aku dan April disangka mau priksa hamil lagi maghrib-maghrib mentang-mentang badanku ‘langsing’ #ups. Akhirnya aku bertemu Rita yang sudah hampir belasan tahun nggak ketemu. Rita temanku itu pindah saat kita mau naik ke kelas dua SD. Nah, sejak itu ia benar-benar hilang dari peredaran. Dunia blackberry akhirnya menemukan kami kembali dalam kondisi yang berbeda. Rita yang dahulu jutek bin judes sekarang telah bermetamorfosa menjadi seorang wanita yang anggun walaupun Allah belum mempercayainya untuk memiliki seorang buah hati setelah dua tahun menikah.
                Kekonyolan tak sampai disitu. Setelah urusan aku dan Rita selesai, kami pergi pulang. Kasihan ibu dirumah buka puasa sendirian. Jalanan keluar dari rumah rita itu melewati tanjakan curam dengan tiga level yanng berbeda-beda. Pokoknya tanjakan itu kadang buat para pengandara yang nggak bisa mengontrol gigi motornya was-was takut nggak bisa naik. Khususnya bagi para pengendara motor pemula. Sampailah aku di tanjakan tiga level tersebut. dengan hati was-was, aku merapalkan doa-doa mensugesti diriku dan motorku untuk kuat nanjak. Gigi motor telah aku kontrol sebaik mungkin, sayangnya yang kupakai kali ini bukan motorku, melainkan motor tua adikku yang dijuluki ‘si Bala’karena sering kali mogok dan ngadat tiba-tiba. Aku memegang pegangan gas ‘si Bala’ dengan penuh konsentrasi, sugesti dan doa-doa agar kejadian tadi siang tak terulang kembali di sini. Tapi, dalam perjalanannya, beberapa kali aku harus dibuat panik oleh motor tua ini, karena hampir saja keluar tanda-tanda akan mogoknya brebet, seperti seorang kakek-kakek yang  bengek dan batuk-batuk. Jika saja si Bala bisa bicara dia akan berkali-kali minta pensiun dini karena di naiki oleh dua orang yang sama sekali tidak bisa dikatakan langsing!

1 komentar:

  1. Ha ha ha pengalaman miss di gramedia, mirip dengan saya dulu..bersila di lantai gramedia buat baca buku...baca sambil curi pandang ke bapak satpam, sebelum ditegur, buru-buru bangun duluan..he he he.
    BTW kalau miss hobby baca saya kasih link yang bagus nih, mau DL buku, komik, majalah apa aja ada..ini linknya http://www.zonadjadoel.com/
    Uniknya, beberapa buku yang ingin kita DL, musti posting komen dulu...
    Semoga bermanfaat.

    Bapak Kinasih

    BalasHapus