"tulisan siswa saya saat mengajar di kelas 3 SDIT Daarojaatul Uluum
"Penulis : Mico Naufal pratama"
Ayah,
aku biasa memanggilny dengan sebutan ‘papah’ lelaki yang dengan setia menemani
wanita tercantik dirumahku. Ialah ibuku yang aku panggil dengan sebutan mamah. Papah
tak pernah mengeluh walaupun betapa nakalnya aku. Papah selalu melibatkan aku
dalam setiap diskusi-diskusinya. Ia bukan sekedar seorang ayah yang baik tetapi
ialah sahabat yang selalu ada saat aku lemah dan tiada berdaya. Papah bukanlah
seorang pejabat gedung tinggi yang berdasi ataupun bermobil mewah, papah hanya
seorang pegawai bank swasta biasa. Sosoknya sederhana yang selalu memukau. Menambah
kecintaan mamah terhadapnya. Dialah matahariku yang selalu menebarkan
sinar-sinarnya ke bumi. Membawa manfaat buat aku dan mamah. Karena mamah dan
aku adalah bumi yang mengharapkan sinar matahari itu.
Setiap
jengkal perjalananku tak luput dari bimbingannya, nasehat-nasehatnya, canda
tawanya. Dan sejuta cerita tentangnya berkumpul selalu dalam memoriku. Memori yang
tak pernah aku hapus hingga ujung waktuku. Terkadang papah terlihat
menjengkelkan, saat ia harus pulang larut malam, saat aku harus menunggu jejak
kakinya menapaki beranda rumah dan meninggalkan kerinduanku yang amat terdalam
dari pagi hingga lepas malam.
Memoriku
semakin bekerja hebat. Terkenang saat beberapa kali ayah menjadi super heroku
dirumah. Entah tangannya terbuat dari apa? Bukan baja, bukan pula elektromagnetik
seperti robot milikku di kamar. Kata mamah, papah itu seperti Mc Gyver. Tak ada
hal yang tak bisa papah lakukan.
Papahku memang hebat, orangnya
baik rendah hati , kalo sama aku papahku selalu cerewet.Aku tidak marah kalo
papah lagi cerewet atau marah padaku. Ternyata papahku itu sayang, dia kasih
tau yang benar.Aku tetap sayang sama papah, walau lagi marah, mungkkin papah
ingin aku membuat kebaikan, papah ingin aku menolong orang yang susah, membantu
yang sedang kesulitan.
Pagi
itu rasanya ingin sekali kumandikan sepeda kesukaanku. Karena habis berperang
melawan banjir didekat rumah, sepedaku harus berselimuti lumpur yang
menjijikan. Aku bergegas mengambil selang pipa air yang tergulung dibawah meja
dapur. Dengan sigap tanganku merentangkan selang panjang tersebut dari pipa air
ditaman hingga depan gerbang rumah tempat sepedaku diletakkan. Pagi yang cerah
dengan sinar mentari yang indah seketika berubah menjadi matahari yang panas
luar biasa. Entah mengapa seakan cuaca berubah menjadi gerah. Aku panik bukan
kepayang, tanganku sibuk memencet-mencet selang air yang ujungnya berbentuk serupa
tembakan mainan. Tak ada air sedikit pun yang keluar dari ujung lubangnya. Keringatku
bercucuran. Aku takut, yah takut disalahkan kalau selang ini rusak. Karena selang
ini terlanjur ada digenggamanku. Aku berusaha mencari cara agar airnya keluar. Tapi
tetap saja tidak keluar. Hingga aku buka selang yang menggantung pada kucuran
air. Aku menepuk-nepuk berharap air akan jatuh ke tanah, memutar-mutar kepala kran
hingga kabar baik pun tak datang dari air yang seharusnya keluar dari kran tersebut.
“Mico, kenapa dengan
selangnya?” tanya papah semenit kemudian.
“gak tau pah, kok
airnya gak nyalah?!”. Tanyaku berbalik kepada papah. Dengan tenang papah memeriksa
ujung lubang kran air itu. Wajahku pucat pasi sesaat, karena takut kerusakan
ini disebabkan oleh kecerobohanku sendiri tanpa aku ketahui. Kemudian papah
menyalahkan aku.
“Oh tuhan menit yang
seakan tak bersahabat denganku kali ini” gumamku dalam hati.
papah sejenak berdiri, dan memegang tubuhku. Aku gemetar
papah marah.
“Mico kenapa gemetar?”
tanya papah
“bukan Mico yang salah
pah, Mico mau bersihin sepeda tapi airnya gak keluar”. Seruku ketakutan. Wajah papah
berubah menjadi wajah malaikat pembawa kabar baik. Tiba-tiba saja aku tak
melihat rasa kesal sedikit pun pada wajahnya. Ia kembali melempar senyum padaku
yang masih dilingkari kebingungan.
“papah gak marah?”
tanyaku
“kenapa harus marah,
kan bukan Mico yang merusaknya.”
“tapi kan, ini Mico
yang megang”
“memang kalau yang
megang, dia yang harus disalahkan?” tanya papah padaku yang masih terlihat
kebingungan
“jadi papah gak marah?”.
Tanyaku kembali. Papah hanya membalas pertanyaanku dengan senyum dan
mengacak-acak rambutku seperti biasa kita bercanda.
“anak papah yang
jagoan, kalau kamu tidak salah, kenapa kamu harus takut?” nasehat papah
kepadaku hari itu.
“lalu bagaimana dengan
keran ini?”tanyaku kembali
“mengapa kita tidak
perbaiki saja bersama, kan keran ini bukan hanya Mico yang gunakan, tapi papah
dan juga mamah”.
Kepanikanku berubah menjadi senyuman. Aku peluk tubuh
papah serasa tak ingin jauh dari raganya. Aku melihat wajah mamah tersenyum dan
mengintip dibalik jendela. Ia mengacungkan jempol kepada aku dan papah. Masih dalam
pelukan papah, Aku bisikan seucap kata di telinganya
“I
love u dady. You are my everything without you Iam nothing”
***
hai sobat, namaku Mico
Noufal Pratama. Aku masih duduk dikelas 3 SD. Tepatnya di SDIT Darojaatul’uluum.
Hobiku main bola.aku bercita-cita menjadi pemain bola seperti
messi. Jika teman-teman ingin
silaturahmi denganku bisa melalui akun FB ku di Mico Agen Rahasia. Atau di www.blognyamico.blogspot.com. Tulisan
ini adalah tulisan pertamaku yang akan dibukukan oleh penerbit harfeey
Assalamualaikum Mico , salam kenal dari Bunda Ayu. Asyik lohh cerita Mico, semoga kelak menjadi pemain sepakbola yang jago juga menulis ya. Aamiin
BalasHapus