Jumat, 31 Mei 2013

KAU BUNUH CINTAKU DALAM 5 MENIT



“Mas, abis ini flying fox kan?” Tanya seorang perempuan  dengan jilbab pink siang itu
“Iya mbak” Jawabku datar tanpa melihat sedikitpun kearah nya
“Mas, maaf ya saya sedang bertanya pada anda, seharusnya lihatlah ke arah lawan bicara anda!”. Aku hanya tersenyum menyembunyikan wajahku. Memang inilah aku sesungguhnya. Aku tak terbiasa memandang wajah perempuan yang hendak bicara kepadaku. Selain muhrimku sendiri.
“Maaf mbak, kalau sikap saya tidak berkenan”. Ia menghilang dengan cepat dari peredaran mataku setelah mendapatkan sikap yang mungkin tak menyejukan.
              Hari yang sibuk. Ketua project MOS (Masa Orientasi Siswa ) yang lincah. tak cukup hanya sekedar menjadi leader yang mengeluarkan banyak perintah, tetapi gadis berjilbab pink itu terjun langsung ke arena untuk bergabung dengan team, bahkan hingga ke bagian security sekolah dan Office Boy. Gadis yang energik,  lincah, piawai dalam berkomunikasi, ‘care’ pada murid-murid, sikap ramah dan hangat juga di perlihatkan pada orang tua . Benar-benar dedikasi yang tinggi dalam pekerjaan.
              Acara hari itu pun usai sudah, gadis itu terlihat amat lelah dibalik jilbab pink yang ia kenakan. Namun masih saja ia setia melayani anak-anak beserta orang tua mereka dengan hangat.
 “Makan dulu aja yuk, jangan pulang dulu kan jauh ke Bogor. Lagi pula kita udah siapin makan siang buat temen-temen out bond juga” ucapnya pada Ari. Aku masih sibuk membereskan tambang yang digunakan.
            Ari memang terlihat akrab dengannya saat itu. Entah apa yang kalian bicarakan. Baru kali ini aku melihat Ari bisa tertawa lepas dengan seorang perempuan.  Gadis yang amat  piawai mengambil hati Ari sebagai clien hari itu. Ari sang ketua team out bond  saat itu. Seorang leader yang cerdas, penuh strategi dan kreatifitas. Lelaki yang amat mungkin dipuja banyak wanita. Fikirku.
Suatu sore di kosan.
“Dewa, dapet salam dari Dewi sama mbak Yofita” tutur Ari. Tangannya masih menggenggam ponsel.
“Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakaatuh, Dewi?Yofita? siapa?lupa” jawabku datar
“itu loh, temen guwe yang guru di sekolah alam bintang kecil itu...kan waktu itu kita yang ngisi out bondnya. Mbak Yofita itu yang ketua teamnya, sementara Dewi itu yang penanggung jawab outbond hari itu” aku mencoba mengingat hari itu.
“Masih lupa wa? parah, cewek selucu Yofita bisa dilupain. Jangan-jangan elo gak normal yah?” Tutur Ari mengejek. Aku hanya tersenyum getir dengan ejekannya. Entah mengapa, jika ditengah-tengah pria seperti Ari, aku selalu merasa kalah dengannya. Hingga sejauh ini saja aku enggan membuka pertemanan khusus dengan seorang gadis. Jangankan kekasih, teman dekat pun tak ada. Bukan karena aku tak normal, bisa jadi sikap dinginku (kebanyakan orang bilang) yang terkadang membuat para gadis enggan menjalin pertemanan denganku.
            Fajar menggulung gelap, aktifitas pagi kota Bogor dan sekitarnya, nyayian burung-burung yang menari diatas perkebunan teh milik warga mengawal pagi ku di awal Februari 2012 ini. berkejaran dengan waktu yang tak kenal ampun. Sejenak ku parkir bebek hitamku di depan warung kopi untuk sekedar sarapan. Nasib bujangan semoga aku tak jadi bujang lapuk yang dimakan usia.
“Ok, terima kasih bu,,,” suara seorang gadis yang mungkin aku kenal. Aha! dia...dia...dia guru di sekolah alam itu. Entah dia Yofita ataukah Dewi. akhirnya memberanikan diri menghampirinya untuk menyapa. Hebat, seperti ada kekuatan yang datang tiba-tiba. Padahal jelas tak biasanya aku seperti ini.
“....Sepertinya pernah ketemu, dimana yah?” tanyaku memberanikan diri. Gadis itu menoleh takjub dengan senyum mengembang.
“Waaa... ketemu disini ya mas Dewa...” apa? Dia memanggil namaku, dia masih ingat denganku, aku saja lupa siapa dia.
“ Tapi nama mbak ini siapa yah??saya saja lupa”.
“Aku Yofita mas, guru di sekolah alam yang pernah dikunjungi team outbond nya mas Dewa dan Ari”
“Oh, iya iya...ingat, ingat..bla bla bla...” kami hanyut dalam percakapan seru pembuka hari di warung itu.           
            Hey gadis, setelah beberapa bulan lamanya aku baru melihatmu kembali. Kamu yang enerjik dan penuh dedikasi, kamu yang lucu, kamu yang manja. Hari ku spesial dengan hadirmu kini. Waktu bergulir menyenangkan, kalau saja aku bisa menuliskan nama mu pada langit biru, aku akan menulisnya dengan tinta emas agar orang tau berharganya kamu saat ini duhai Yofita.    
“Hari ini datang kerumah ya...orang tuaku mau bertemu kamu mas”. Apa??bertemu orang tua Yofita? Tidak tidak, aku tidak boleh mundur sejengkal pun. Karena dialah gadis yang selama ini aku cari.
“Hello, mas...hello...kok diem”
“Ok ok baik, nanti malam aku datang ke rumahmu yah”. Jawabku sekenanya.
“Ok. See you be there ...”.
            Malam sekitar pukul 19.00 WIB. Akhirnya aku beranikan diri menerima undangan orang tuamu. Ku kenakan Kemeja biru, dengan celana berwarna dongker senada. Deg deg-an. Sungguh!. Baru kali ini aku bertemu dengan orang tua Yofita. Entah akan dapet durian runtuh atau dilemper tanah liat dimukaku setelah malam ini. akhirnya ku jejakkan juga didepan pintu rumah Yofita, seorang wanita muda (nampaknya pembantu) mempersilahkan aku masuk. Tak sampai menunggu lama, Yofitapun keluar dengan baju biru pastel yang menyejukan.
“wah, sudah datang, baju kita senada lagi, kayaknya tema malam ini biru.”
“kamu cantik hari ini”. Spontan aku merayu gadis dihadapanku ini. 
“amaca?” Jawabnya meledek
“Udah ditunggu ibu sama ayah tuh di ruang makan. Yuk!”.  Ajaknya. Aku mengikutinya hingga kedepan meja makan yangn terhampar berbagai hidangan lezat.
“Silahkan duduk, nak!” Ibu mempersilahkan aku duduk didepan hamparan hidangan-hidangan lezat ini.
“Ayo di sendok nak Dewa, lauknya...” tutur ibu Yofita.
“Mas Dewa malu-malu nih bu...padahal kalau lagi makan banyak...” lagi-lagi Yofita membawa keceriaan dimeja makan ini. Gelak tawa membahana. Senyuman berwibawa ayah Yofita bercampur dengan tawa candaan Yofita kepada kedua orang tuanya. Hingga membuat keduanya tersipu malu memerah. Gambaran keluarga yang harmonis. Dengan santai hidangan satu persatu habis tak bersisa. Saat yang menegangkan...
“Pasti akan ada beberapa pertanyaan”. Fikirku saat itu.
“Kamu ngekos disini nak Dewa??
“Iya bu, kebetulan saya juga bekerja di Bogor”. Jawabku singkat.
“...Bekerja dimana sekarang?”.Giliran si bapak bertanya kepadaku. Yofita sibuk membereskan meja makan.
“Sekarang di pabrik spare part motor pak”.
“Nama perusahaannya?...”. Bapak kembali bertanya. Kali ini Yofita ikut nimbrung diantara percakapan hangat.
“Mas Dewa ini di Yanchi Motor pak, dia udah mau diangkat jadi manager loh. Hebat yah”. Lagi-lagi Yofita kembali menguatkan aku saat terpojok dalam pekerjaan.
“Wah bagus dong, memangnya dahulu kuliah dimana nak Dewa?” Ibu menanyakan kembali. Kali ini entah Yofita akan bicara apa. Dia hanya melirik tersenyum ke arahku. Membri kekuatan.
“Saya belum sempat kuliah bu, saya hanya lulusan STM”. Entah apa yang ada difikiran kedua orang tuanya mendengar aku hanya lulusan STM saja. sedangkan Yofita S2 di kampus ternama. Suasana hening. Saling pandang. Dan Yofita kembali mengangkat bicara.
“Rencananya tahun depan mas Dewa akan meneruskan kuliah bu...pastinya setelah menjadi keluarga bersama aku”. Jawab Yofita sumringah sambil melirik kearahku.
“Insya Allah, memang rencananya begitu...”. tuturku mencoba meyakinkan
“apa gak sebaiknya kamu nerusin kuliah dulu baru menikah anak muda?”. Tanya sang bapak dengan suara berat.
“Yah, saya rasa itu bisa diatur pak...insya Allah jika bapak berkenan memang rencananya saya akan meminang putri bapak...”. Luar biasaaa...seperti ada kekuatan dari senyuman Yofita yang membuat aku berani mengatakan kata-kata terakhir.
“Pada dasarnya bapak tidak masalah nak, semuanya bapak sama ibu serahkan pada Yofita. Tapi kita perlu diskusi dulu. Karena rumah tangga ini kan sekali seumur hidup. Jadi, beri kesempatan kami dan Yofita untuk berdiskusi”. Tutur ibu Yofita. Lembut.
“Baik bu,,saya faham itu.” Malam yang semakin larut. Perbincangan hangat itu di meja makan itu berakhir sudah. Yofita mengantarku kedepan pintu gerbang. Sambil mengucapkan pesan...
“Jangan gentar yah, kamu lelaki pilihanku dan kamu lelaki hebat” Ucapnya tersenyum. Aku pamit dan beranjak pergi dari rumah Yofita kembali ke kosanku yang pengap dan sempit. Perasaanku tak karuan selepas perbincangan itu. H2C. Harap-harap cemas. Cemas diterima cemas ditolak. Jika diterima aku akan menjadi bagian dari keluarga yang nyaris tak setara denganku. Cemas ditolak, karena hanya Yofita gadis yang aku rasa layak menjadi ibu untuk keturunanku kelak.
            Beberapa hari setelah perbincangan di meja makan itu. Aku menghubungi Yofita. Nomornya tidak aktif, aku menghubunginya via email, no respon. Hingga aku hubungi Ari.
“Gue, minta nomer HP Yofita yang lain punya?”. Tanyaku.
“Gak ada, kenapa lo berantem sama doi?” tutur Ari
“Enggak, elo tau keberadaan dia sekarang ri?”.
“Tepatnya gue gak tau, tapi dia Cuma nulis di Blognya mau menenangkan diri di suatu tempat. Coba aja elo hubungin si Dewi. kan dia temen deketnya”. Aku segera menghubungi Dewi. Bertanya banyak hal kepada gadis itu. sampai Dewi mengatakan...
“Maaf mas Dewa sebenarnya aku gak berhak untuk bicara ini. Tapi aku harus jujur sama mas Dewa setelah pertemuan antara orang tua mbk Yofita dan mas Dewa beberapa hari yang lalu...mbk Yofita pernah menyampaikan kebimbangannya. Orang tua mbak Yofita ternyata berat melepas mbak Yofita dengan mas Dewa. Lagi-lagi memang status pendidikan dan pekerjaan yang di permasalahkan”.
“Hanya itu Dew?”. Tanyaku
“Itu intinya mas, sekarang Mbak Yofita sedang ada di puncak kalau mas mau nyusul aku bisa mengantar.”.
“ok, antar aku ke Yofita ya Dew”. Dewi mengiyakan persetujuanku. Aku bawa Dewi di boncengan belakang menuju tempat yang ia infokan. Mengitari kebun teh yang terhampar luas berbukit. Hingga sampai pada sebuah vila dengan ukuran mungil. Aku menjejakan kakiku perlahan dan mengetuk daun pintu bercat coklat itu.
tok tok tok’
“Assalaamu’alaikum,,”.
“Wa’alaikum salam”. Suara Yofita menjawab salam dari dalam. Tapi dia tidak langsung membukanya.
“Kenapa mas Dewa kemari?”. Tanyanya padaku.
“Dengan Dewi mbak, Dewi juga yang memberi tau mas Dewa keberadaan mbak disini”. Dewi menyerobot pertanyaan Yofita sebelum aku lebih dulu menjawabnya.
“Yof, coba ceritakan semuanya pada ku, mungkin kita bisa saling membantu”
“Orang tua ku tidak setuju hubungan kita berlanjut, mas”.
“Kenapa? Apa karena status pendidikanku yang tak sepadan dengan mu?”.
“Salah satunya itu, tapi ada hal lain yang membuat orang tuaku berat untuk merestui kita”.
“Apa?”
“Aku gak faham mas, dengan alasan kedua orang tua ku”.
“Lalu bagaimana dengan nasib hubungan kita?”
“Kita putus!”. Deg!. Aku seperti dijilat oleh mata pisau yang ujungnya baru saja di asah.
“Apa gak ada jalan lain?”
“Gak ada, aku sudah memikirkannya matang-matang hingga hari ini. Bukan karena aku menyia-nyiakanmu mas tapi ada orang lain yang lebih membutuhkan mu dibanding aku. Anggap saja kita memang tidak berjodoh”.
“Orang lain?maksudmu?”. Tanyaku menyelidik.
“Ia orang lain yang lebih mencintaimu dibanding aku, aku terpaksa mengalah karena memang orang tuaku tak merestui hubungan kita”.
“Siapa orang itu, apa aku mengenalnya?”
“Ia kau sangat mengenalnya, bahkan ia selalu ada untuk mu hingga saat ini. Ia ada didekatmu mas...”. terpaksa aku menoleh ke arah Dewi disebelahku. Ia tertunduk. Aku tak mengerti drama apa yang sedang aku jalani ini.
“Dia Dewi mas, bukan aku. Dia lebih mencintaimu bahkan membutuhkanmu. Ibunya saat ini sedang berada di RS dan menginginkan Dewi segera menikah tapi orang yang ia cintai saat ini hanyalah Mas Dewa. Sedangkan aku? Orang tuaku berat merestui hubungan kita...dan aku lebih memilih kehilangan dirimu dibanding kehilangan orang tuaku. Maaf, Karena aku tak lagi mencintaimu. Mungkin ini jalan yang terbaik, dan dewi lah yang terbaik untukmu bukan aku...”. Aku menatap nanar daun pintu itu. dibaliknya ada seorang gadis yang sebelumnya amat aku cintai, tapi detik ini semuanya nyaris berubah. Ternyata untuk menghancurkan sebuah hubungan yang terjadi beberapa bulan terakhir hanya butuh waktu lima menit. Dan kau berhasil telah menghancurkan itu semua. Membunuh cintamu sendiri, membohongi hatimu demi orang lain. Begitupun kau bunuh cintaku dalam 5 menit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar