“Hey,
Vi...lagi dimana? Sudah makan? Nanti aku telpon yah!.” SMS text dari
nomer Arfan. Pria yang baru saja ia kenal saat sweet kopdar pertama setelah lama berkenalan di dunia maya. Revi
pun senyam senyum sendirian mendapati perhatian dari nomor tersebut. Maklum,
baru kali ini ada seorang lelaki yang berani terang-terangan mendekatinya.
Bahkan terus terang mengutarakan cintanya. Ia buru-buru membalas SMS tersebut
dengan hati riang gembira.
“Belum
nih, baru saja pulang...ya udah saya tunggu telpon kamu yah Fan”. Reply to Arfan.
Dengan
perasaan senang nge-pink bersemu di
pipinya, Revi lekas meletakan tas dan perlengkapannya di rak yang tersedia lalu
melanjutkan aktivitas malamnya di depan laptop sebagai seorang freelance editor.
Ah!
cinta seakan membutakan segalanya, ia juga merubah semuanya. Beberapa malam
lalu sepulangnya Arfan dari Makasar, Arfan berjanji menelfon Revi. Tuturnya ada
hal penting yang ingin ditanyakan kepada Revi malam itu tapi ia tak mau sebatas pesan di black berry
saja. Arfan akan menelfonnya segera setelah ia sampai di rumah. Namun, hingga
hari ini Arfan tak kunjung menelfonnya. Arfan hanya muncul dalam pesan-pesan
black berry seperti biasanya. Sedangkan Revi hanya bisa menunggu kejutan apa
yang akan diberikan Arfan kepadanya lewat telfon. Revi berharap “Will you merry me?” akan keluar dari
mulut Arfan. Maka dia tidak gegabah untuk menelfon Arfan terlebih dahulu,
karena sepengetahuannya kebanyakan lelaki baik-baik tak suka dengan perempuan agresif. Menurutnya Arfan adalah pemuda
yang baik, maka ia pun bersikap baik pada Arfan.
“Katanya
mau nelfon and nanya sesuatu Fan?.”
Tanya Revi lewat pesan black berry nya.
“Iya
Rev, maaf yah sayang...masih banyak kesibukan jadi belum sempet nelfon kamu.
Kamu baik baik yah... nanti aku belikan buku yang kamu cari tempo hari”.
“Owhh...baiklah”. Revi menjawab sekenanya.
Entah sudah berapa kali Arfan berjanji membelikan buku yang ia cari. Bahkan
hingga ia putuskan mencari sendiri Arfan pun melarang dengan dalih yang sama.
Senja yang bergumul mesra dengan
awan berbalut lembayung sore.tanpa ragu lagi Revi mempersilahkan Arfan menjadi
bagian dari kisah hidupnya. Arfan yang menghilang kini kembali semakin mendekat
dan mendekap erat hari-harinya. Hari yang indah, seindah perasaannya kini
setelah pertunangannya selesai kemarin. Kata-kata “Will you marry me?” Yang dinanti telah keluar dari bibir Arfan
mengalir ringan hingga manancap ke dalam jiwa Revi. Terdiam sejenak dengan
senyuman indah menyambar “...Yes, I will”.
Jawaban Revi tanpa ragu. Pertunangan yang syahdu nan indah, sayangnya Arfan tak
membawa utuh keluarganya, hanya kakak ipar, dan beberapa saudaranya yang ia
panggil dengan sebutan mamang. Revi siap membangun kehidupan yang indah bersama
Arfan, pemuda yang baru saja ia kenal dan baru saja resmi menjadi
tunanganya.
Fly over
T.B Simatupang menjelang maghrib. Telfon Revi berdering. Nomor Arimbi tertulis
dilayar ponsel.
“Assalaamu’alaikum
Rev?...”
“Wa’alikum
salam Bi..”
“Kamu
sehat kan Rev? Sibuk banget nih sampai jarang nongol di group Whats App”.
“Iya
nih, banyak editan yang harus dikerjakan Bi.. Anyway ada apa yah Bii? Kok tumben hubungin aku?” tanya Revi
menyelidik.
“Aku
cuma mau tanya, memang kamu jadian udah lama dengan Arfan?”
“Iya,
kenapa?”
“Kamu
yakin laki-laki yang kamu pacarin itu Arfan Galih?”
“Betul.
Tapi ini kenapa dulu nih, kok tiba-tiba saja bertanya demikian Bi? Kamu kenal
yah dengan Arfan Galih?”
“Gak
kenal banget sih Cuma dia cukup famous yah! Dikalangan wanita”.
“Masa
sih, tapi memang sih aku liat di
akunnya dia banyak berinteraksi dengan para wanita itu pun aku pernah tanyakan,
dan Arfan menjawab mereka itu clien-nya
semua”.
“Yakin?”
Tanya Arimbi dengan nada penekanan.
“Iya,
bahkan kita sudah tunangan.”
“Apa!!?
Tunangan? Yang bener?” Arimbi semakin kaget.
“Iya,
minggu lalu keluarganya Arfan datang kerumah dan melamarku”.
“Oh,
baiklah tadinya saya sekedar mau kasih info saja Rev...”
“Info
tentang apa? Tentang Arfan? Silahkan saja “.
“Hmmm...tidak
tidak Info ini bukan buat kamu Rev, saya salah orang ternyata...”
“Maksud
kamu?”
“Ya
sudah, abaikan saja. Oke kapan-kapan kita sambung lagi ya Rev. Assalamu’alaikum
...”
“Wa’alaikum
salam”. Jawab Revi singkat.
Revi
Semakin bingung dengan maksud Arimbi tadi di telefon. Mengapa Arimbi begitu
terkejut dengan pertunangan dirinya dan Arfan? Lalu mengapa ada yang mengganjal
dengan obrolannya yang mendadak singkat tak seperti biasa. Ah, peduli apa
Arimbi dengan dirinya. Selama ini Arimbi hanya sekedar teman dalam senang saja.
Saat terpuruk, ketika Reza kakak Revi meninggal, kemana perginya Arimbi?
Sedikitpun ia tak ada untuk sekedar manyeka air matanya.
Arfan, sudah tiga hari kau tak ada
kabar. Telponmu tiba-tiba off tak bisa dihubungi. Status Black Berry
berganti disply name. Ketika ditanya
kepada si pemilik PIN yang dahulu bernama Arfan, pemegang PIN yang baru hanya
berkata...
“BB
ini sudah berpindah tangan”. Ketika ditanya kembali siapa pemiliknya dahulu,
hanya ada jawaban dia membelinya di counter ITC Fatmawati.
“CETARRR!!!”.
Arfan menghilang sudah tiga hari. Tak ada kabar, tak ada status update dari
akun face book atau twitternya. Tanpa berfikir panjang Revi
bersandang ke kediaman Arfan dibilangan Cianjur kota. Honda Jazz yang ia
kendarai hadiah dari Arfan tampak terparkir di depan gerbang rumah berhalaman
luas tersebut.
“Permisi
Bu, saya mau bertemu dengan pemilik rumah ini”. Tanya Revi pada ibu-ibu tua
berselendang hijau didepannya. Wajahnya sudah banyak kerutan namun masih nampak
cantik pada usianya yang tak lagi muda.
“Iya,
saya sendiri pemilik rumah ini”.
“Loh,
tapi yang saya tau pemilik rumah ini bernama Bapak Jaelani. Seorang pengusaha
teh di Cianjur dan memiliki adik ipar bernama Arfan Seta Galih yang bekerja
dibidang Marketing”. Tutur Revi panjang lebar.
“Benar
sekali nak, ini kediaman bapak Jaelani, pekenalkan saya istrinya bapak Jaelani
pemilik kebun teh. Tapi suami saya sudah almarhum 5 tahun yang lalu dan saya
gak punya adik bernama Arfan Galih”.
“Yang
bener bu?? Dulu saya beberapa kali ke rumah ini, kurang lebih 1 bulan yang lalu
bersama Arfan...”. Cerita Revi.
“Sebulan
yang lalu memang rumah ini masih saya sewakan sebagai villa. Tapi semenjak
anak-anak saya menikah saya pulang ke Indonesia. Ketika rumah ini saya
tinggalkan, rumah ini dijaga oleh Pak Parmin...” Cerita ibu yang tak
menyebutkan namanya itu panjang lebar. Mata Revi melihat sekeliling isi teras
hingga tak sengaja mata Revi tertuju pada satu foto yang berada di ruang tamu
rumah tersebut.
“Siapa
orang di foto itu bu?”. Pandangan Revi mengarah ke sebuah foto yang ia lihat
mendadak.
“Itu
foto keluarga saya, itu almarhum suami saya yang memakai baju koko putih, di
depan nya Ari anak saya saat berumur 12 tahun, Reno kakaknya dan almarhum Bayu
anak saya yang pertama...”. Ibu itu seraya meneteskan air mata saat bercerita
tentang keluarganya terutama ketika menyebut nama almarhum Bayu anaknya.
“Almarhum??”
Revi bertanya dalam hati. Tapi tak sempat ia bertanya, ibu tersebut sudah
melanjutkan ceritanya.
“Anak
saya meninggal karena kecelakaan mobil bersama almarhum suami saya, Saat itu
mereka akan pergi ke Jakarta untuk menangani kasus penipuan surat tanah yang
dialami oleh suami saya. kebetulan anak saya berprofesi sebagai polisi intel
dan menangani kasus yang sedang dialami
oleh ayahnya...”.
“Lalu
siapa foto di belakang almarhum suami ibu itu?”
“Itu
adalah Mang Jeje. Dia dahulu penjaga vila ini dan sudah lama berhenti”.
‘DEG!!!’
“Mang
Jeje? Bukan kah itu kakak ipar Arfan yang dia akui bernama pak Jaelani??”. Lalu
siapa sebenarnya Arfan?” Pertanyaan itu masih menjadi misterius dibenak Revi.
“Maaf,
saya memotong pembicaraan ibu, boleh saya tau dimana pak Parmin penjaga rumah
ibu dulu berada?”.Tanya Revi kembali menyelidik.
“Di
belakang kebun ini ada pagar bambu yang di depannya pohon pepaya. Disitu rumah
pak Parmin”. Tunjuk ibu tersebut kepada Revi.
“Baik
Bu, saya pamit akan ke rumah pak Parmin dulu. Terima kasih atas infonya” Revi
berpamitan untuk bergegas ke rumah Pak Parmin.
Rumah sederhana dengan pekarangan
kecil yang rapi.
“Permisi...bisa
saya bertemu dengan pak Parmin?”.
“Maaf,
mbak ini siapa??”. Tanya seorang gadis yang usianya tak jauh dari Revi.
“Kenalkan,
saya Revi Andrea. Saya dari Jakarta sengaja kesini ingin bersilaturahmi dengan
pak Parmin dan keluarganya”. Ucap Revi beralasan
“Saya
anaknya pak Parmin, abah saya sudah meninggal dua minggu yang lalu karena
sakit. Kata dokter ada indikasi keracunan, tapi entahlah saya gak peduli
tentang itu semua. Atuh saya mah
orang kecil, gak tau masalah itu...”
“SUDAH
MENINGGAL!!!??”. Semakin rumit, pak Jaelani yang diakui kakak ipar Arfan pun
ternyata mang Jeje si penjaga villa yang sudah lama berhenti bekerja. Kemudian
digantikan oleh pak Parmin. Kini pak Parmin telah lebih dulu dipanggil oleh
yang kuasa. Sementara Arfan raib hingga hari ini tak ada kabar.
Revi pergi dengan segudang tanya
yang berloncatan di fikirannya. Misteri ini tak mungkin ia pecahkan sendiri,
apa perlu ia meminta bantuan orang lain untuk masalah ini? “Ah, tidak tidak
sepertinya ini hanya masalah sepele tak perlu ia melibatkan orang lain. Lagi
pula mengapa aku harus repot dengan urusan orang lain, aku hanya butuh info
tentang Arfan”. Pikirnya saat itu. Revi lantas menghubungi Arimbi, sepertinya
ada hal yang disembunyikan oleh Arimbi darinya tantang Arfan.
‘TUUUUT....TUUUUT...’
“Hallo
Rev, ada yang bisa aku bantu?”, tanya Arimbi menawarkan diri.
“Bi,
coba kamu jelaskan siapa sebenarnya Arfan? Kemarin, seakan ada yang menggantung
dari ...”
“Loh,
bukannya kamu tunangannya? Kamu yang lebih faham tentang Arfan, bukan aku vi”.
Kelakar Arimbi menyerobot tak mau kalah. Revi belum menyelesaikan
pembicaraannya.
“Sepertinya
Arfan membohongi ku Bi...”
“Maksud
mu?” tanya Arimbi pada gadis berkaca mata tersebut. Revi menceritakan semua
perjalanannya ke Cianjur, tentang pak Jaelani, rumah dengan halaman luas yang
diakui sebagai rumah Arfan, hingga pak Parmin yang menjadi kunci dari mata
misteri ini yang ternyata sudah Almarhum.
“Coba
kamu ceck, sahabat karib Arfan di
nomor ini, namanya Budi”. Arimbi mengirimkan nomor ponsel atas nama Budi.
Segera Revi menghubungi nomor tersebut. Benar sekali nama yang berada di nomor
tersebut benar-benar bernama budi sahabat Arfan semasa kuliah dulu.
“APA???!!!!
MEMBAWA LARI UANG 150 JUTA???” Kepala Revi semakin mendidih. Tak ia sangka
tunangannya yang sangat di kasihi saat ini adalah pencuri sekaligus penipu yang
amat lihai geraknya.
“Bukan
hanya itu, Arfan dan kakaknya juga memalsukan sejumlah dokument penting milik
pak Jaelani pengusaha perkebunan teh di Bogor. Kemudian mang Jeje kakaknya
berhasil mensabotase mobil yang ditumpangi oleh Bayu dan pak Jaelani. mereka
berkomplot dengan para pembunuh bayaran untuk berusaha meracuni Parmin penjaga
villa di Cianjur tempat kakaknya bekerja. Karena hanya Parmin yang menjadi
saksi kejahatan mereka...”.
“Lalu,
honda jazz yang ia berikan padaku ini???”
“Coba
ceck lagi, dari kapan Arfan
membelikan mobil itu? Jangan-jangan anda tertipu juga, bukan anda dibelikan
tapi justru suruh membayar tagihan setiap bulannya?” Ucap Budi lewat ponselnya.
Revi segera memeriksa surat-surat resmi pembelian mobil dua minggu yang lalu,
memeriksa ketempat pertama kali Arfan mengajaknya untuk membeli mobil jenis
ini. Betul sekali yang dikatakan Budi, ia tertipu!! Revi tertipu oleh
tunangannya sendiri. Revi semakin marah dalam kondisi kalap yang tak karuan,
ingin menangis, ingin teriak, ingin menjambak, memukul dan ...
‘AGKHHHH...!!!!’
Revi menggebrak apa saja yang ada di depannya. Air matanya mengalir sejadinya.
Merasa ditipu, dibohongi.
“TERNYATA
DIA PENIPU!!!” Jeritnya dalam tangis yang meradang. Ia lelah dan membanting
dirinya di tempat tidur, memejamkan matanya untuk sejenak mengistirahatkan
jiwanya yang luka dan terlanjur sakit dengan masalah Arfan. Hening.
***
“Selamat pagi cinta...sudah bangun kah?”. Suara
dari dalam ponsel menyaring merdu membangunkan gadis berkaca mata itu.
“Dimana
kamu sekarang? Jangan panggil aku sayang. Kamu penipu!! Kita putus!!”
bentak Revi dengan nada kecewa.
“Aku
menunggumu di NERAKA!!!...HAA...HAA...HAA...HAA...”. Revi terbangun melompat
dari tidurnya. Ngeri. Ternyata hanya mimpi buruk. Dilihatnya jam dinding
menunjukan pukul 05.30 pagi. Revi menyalakan televisi flat yang terpampang di dinding kamarnya. Ada berita tentang Arfan
Seta Galih pemuda berusia 27 tahun yang mengaku seorang marketing otomotif
telah lama menjalankan aksi tipu dayanya kini tertangkap dan meringkuk di
jeruji besi...
“Terima
kasih telah mengingatkanku tentang cinta, dan tentang luka. Ternyata selama ini
aku salah mencintai seorang pesakitan sepertimu, hingga membuat aku semakin
sakit jiwa. Dan mulai saat ini, kita putus untuk selamanya...”. Air matanya
mengalir mengenang kenangan tentang Arfan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar