Jumat, 10 Mei 2013

Dia...



            Hey, Vi...lagi dimana? Sudah makan? Nanti aku telpon yah!.” SMS text dari nomer Arfan. Pria yang baru saja ia kenal saat sweet kopdar pertama setelah lama berkenalan di dunia maya. Revi pun senyam senyum sendirian mendapati perhatian dari nomor tersebut. Maklum, baru kali ini ada seorang lelaki yang berani terang-terangan mendekatinya. Bahkan terus terang mengutarakan cintanya. Ia buru-buru membalas SMS tersebut dengan hati riang gembira.
“Belum nih, baru saja pulang...ya udah saya tunggu telpon kamu yah Fan”. Reply to Arfan.
Dengan perasaan senang nge-pink bersemu di pipinya, Revi lekas meletakan tas dan perlengkapannya di rak yang tersedia lalu melanjutkan aktivitas malamnya di depan laptop sebagai seorang freelance editor.
Ah! cinta seakan membutakan segalanya, ia juga merubah semuanya. Beberapa malam lalu sepulangnya Arfan dari Makasar, Arfan berjanji menelfon Revi. Tuturnya ada hal penting yang ingin ditanyakan kepada Revi malam itu  tapi ia tak mau sebatas pesan di black berry saja. Arfan akan menelfonnya segera setelah ia sampai di rumah. Namun, hingga hari ini Arfan tak kunjung menelfonnya. Arfan hanya muncul dalam pesan-pesan black berry seperti biasanya. Sedangkan Revi hanya bisa menunggu kejutan apa yang akan diberikan Arfan kepadanya lewat telfon. Revi berharap “Will you merry me?” akan keluar dari mulut Arfan. Maka dia tidak gegabah untuk menelfon Arfan terlebih dahulu, karena sepengetahuannya kebanyakan lelaki baik-baik tak suka dengan perempuan agresif. Menurutnya Arfan adalah pemuda yang baik, maka ia pun bersikap baik pada Arfan. 
“Katanya mau nelfon and nanya sesuatu Fan?.” Tanya Revi  lewat pesan black berry nya.
“Iya Rev, maaf yah sayang...masih banyak kesibukan jadi belum sempet nelfon kamu. Kamu baik baik yah... nanti aku belikan buku yang kamu cari tempo hari”.
 “Owhh...baiklah”. Revi menjawab sekenanya. Entah sudah berapa kali Arfan berjanji membelikan buku yang ia cari. Bahkan hingga ia putuskan mencari sendiri Arfan pun melarang dengan dalih yang sama.
            Senja yang bergumul mesra dengan awan berbalut lembayung sore.tanpa ragu lagi Revi mempersilahkan Arfan menjadi bagian dari kisah hidupnya. Arfan yang menghilang kini kembali semakin mendekat dan mendekap erat hari-harinya. Hari yang indah, seindah perasaannya kini setelah pertunangannya selesai kemarin. Kata-kata “Will you marry me?” Yang dinanti telah keluar dari bibir Arfan mengalir ringan hingga manancap ke dalam jiwa Revi. Terdiam sejenak dengan senyuman indah menyambar “...Yes, I will”. Jawaban Revi tanpa ragu. Pertunangan yang syahdu nan indah, sayangnya Arfan tak membawa utuh keluarganya, hanya kakak ipar, dan beberapa saudaranya yang ia panggil dengan sebutan mamang. Revi siap membangun kehidupan yang indah bersama Arfan, pemuda yang baru saja ia kenal dan baru saja resmi menjadi tunanganya. 
Fly over T.B Simatupang menjelang maghrib. Telfon Revi berdering. Nomor Arimbi tertulis dilayar ponsel.
“Assalaamu’alaikum Rev?...”
“Wa’alikum salam Bi..”
“Kamu sehat kan Rev? Sibuk banget nih sampai jarang nongol di group Whats App”.
“Iya nih, banyak editan yang harus dikerjakan Bi.. Anyway ada apa yah Bii? Kok tumben hubungin aku?” tanya Revi menyelidik.
“Aku cuma mau tanya, memang kamu jadian udah lama dengan Arfan?”
“Iya, kenapa?”
“Kamu yakin laki-laki yang kamu pacarin itu Arfan Galih?”
“Betul. Tapi ini kenapa dulu nih, kok tiba-tiba saja bertanya demikian Bi? Kamu kenal yah dengan Arfan Galih?”
“Gak kenal banget sih Cuma dia cukup famous yah! Dikalangan wanita”.
“Masa sih, tapi memang sih aku liat di akunnya dia banyak berinteraksi dengan para wanita itu pun aku pernah tanyakan, dan Arfan menjawab mereka itu clien-nya semua”.
“Yakin?” Tanya Arimbi dengan nada penekanan.
“Iya, bahkan kita sudah tunangan.”
“Apa!!? Tunangan? Yang bener?” Arimbi semakin kaget.
“Iya, minggu lalu keluarganya Arfan datang kerumah dan melamarku”.
“Oh, baiklah tadinya saya sekedar mau kasih info saja Rev...”
“Info tentang apa? Tentang Arfan? Silahkan saja “.
“Hmmm...tidak tidak Info ini bukan buat kamu Rev, saya salah orang ternyata...”
“Maksud kamu?”
“Ya sudah, abaikan saja. Oke kapan-kapan kita sambung lagi ya Rev. Assalamu’alaikum ...”
“Wa’alaikum salam”. Jawab Revi singkat.
Revi Semakin bingung dengan maksud Arimbi tadi di telefon. Mengapa Arimbi begitu terkejut dengan pertunangan dirinya dan Arfan? Lalu mengapa ada yang mengganjal dengan obrolannya yang mendadak singkat tak seperti biasa. Ah, peduli apa Arimbi dengan dirinya. Selama ini Arimbi hanya sekedar teman dalam senang saja. Saat terpuruk, ketika Reza kakak Revi meninggal, kemana perginya Arimbi? Sedikitpun ia tak ada untuk sekedar manyeka air matanya.
            Arfan, sudah tiga hari kau tak ada kabar. Telponmu tiba-tiba off  tak bisa dihubungi. Status Black Berry berganti disply name. Ketika ditanya kepada si pemilik PIN yang dahulu bernama Arfan, pemegang PIN yang baru hanya berkata...
“BB ini sudah berpindah tangan”. Ketika ditanya kembali siapa pemiliknya dahulu, hanya ada jawaban dia membelinya di counter ITC Fatmawati.
“CETARRR!!!”. Arfan menghilang sudah tiga hari. Tak ada kabar, tak ada status update dari akun face book atau twitternya. Tanpa berfikir panjang Revi bersandang ke kediaman Arfan dibilangan Cianjur kota. Honda Jazz yang ia kendarai hadiah dari Arfan tampak terparkir di depan gerbang rumah berhalaman luas tersebut.
“Permisi Bu, saya mau bertemu dengan pemilik rumah ini”. Tanya Revi pada ibu-ibu tua berselendang hijau didepannya. Wajahnya sudah banyak kerutan namun masih nampak cantik pada usianya yang tak lagi muda.
“Iya, saya sendiri pemilik rumah ini”.
“Loh, tapi yang saya tau pemilik rumah ini bernama Bapak Jaelani. Seorang pengusaha teh di Cianjur dan memiliki adik ipar bernama Arfan Seta Galih yang bekerja dibidang Marketing”. Tutur Revi panjang lebar.
“Benar sekali nak, ini kediaman bapak Jaelani, pekenalkan saya istrinya bapak Jaelani pemilik kebun teh. Tapi suami saya sudah almarhum 5 tahun yang lalu dan saya gak punya adik bernama Arfan Galih”.
“Yang bener bu?? Dulu saya beberapa kali ke rumah ini, kurang lebih 1 bulan yang lalu bersama Arfan...”. Cerita Revi.
“Sebulan yang lalu memang rumah ini masih saya sewakan sebagai villa. Tapi semenjak anak-anak saya menikah saya pulang ke Indonesia. Ketika rumah ini saya tinggalkan, rumah ini dijaga oleh Pak Parmin...” Cerita ibu yang tak menyebutkan namanya itu panjang lebar. Mata Revi melihat sekeliling isi teras hingga tak sengaja mata Revi tertuju pada satu foto yang berada di ruang tamu rumah tersebut.
“Siapa orang di foto itu bu?”. Pandangan Revi mengarah ke sebuah foto yang ia lihat mendadak.
“Itu foto keluarga saya, itu almarhum suami saya yang memakai baju koko putih, di depan nya Ari anak saya saat berumur 12 tahun, Reno kakaknya dan almarhum Bayu anak saya yang pertama...”. Ibu itu seraya meneteskan air mata saat bercerita tentang keluarganya terutama ketika menyebut nama almarhum Bayu anaknya.
“Almarhum??” Revi bertanya dalam hati. Tapi tak sempat ia bertanya, ibu tersebut sudah melanjutkan ceritanya.
“Anak saya meninggal karena kecelakaan mobil bersama almarhum suami saya, Saat itu mereka akan pergi ke Jakarta untuk menangani kasus penipuan surat tanah yang dialami oleh suami saya. kebetulan anak saya berprofesi sebagai polisi intel dan menangani kasus yang  sedang dialami oleh ayahnya...”.
“Lalu siapa foto di belakang almarhum suami ibu itu?”
“Itu adalah Mang Jeje. Dia dahulu penjaga vila ini dan sudah lama berhenti”.
‘DEG!!!’
“Mang Jeje? Bukan kah itu kakak ipar Arfan yang dia akui bernama pak Jaelani??”. Lalu siapa sebenarnya Arfan?” Pertanyaan itu masih menjadi misterius dibenak Revi.
“Maaf, saya memotong pembicaraan ibu, boleh saya tau dimana pak Parmin penjaga rumah ibu dulu berada?”.Tanya Revi kembali menyelidik.
“Di belakang kebun ini ada pagar bambu yang di depannya pohon pepaya. Disitu rumah pak Parmin”. Tunjuk ibu tersebut kepada Revi.
“Baik Bu, saya pamit akan ke rumah pak Parmin dulu. Terima kasih atas infonya” Revi berpamitan untuk bergegas ke rumah Pak Parmin.
            Rumah sederhana dengan pekarangan kecil yang rapi.
“Permisi...bisa saya bertemu dengan pak Parmin?”.
“Maaf, mbak ini siapa??”. Tanya seorang gadis yang usianya tak jauh dari Revi.
“Kenalkan, saya Revi Andrea. Saya dari Jakarta sengaja kesini ingin bersilaturahmi dengan pak Parmin dan keluarganya”. Ucap Revi beralasan
“Saya anaknya pak Parmin, abah saya sudah meninggal dua minggu yang lalu karena sakit. Kata dokter ada indikasi keracunan, tapi entahlah saya gak peduli tentang itu semua. Atuh saya mah orang kecil, gak tau masalah itu...”
“SUDAH MENINGGAL!!!??”. Semakin rumit, pak Jaelani yang diakui kakak ipar Arfan pun ternyata mang Jeje si penjaga villa yang sudah lama berhenti bekerja. Kemudian digantikan oleh pak Parmin. Kini pak Parmin telah lebih dulu dipanggil oleh yang kuasa. Sementara Arfan raib hingga hari ini tak ada kabar.
            Revi pergi dengan segudang tanya yang berloncatan di fikirannya. Misteri ini tak mungkin ia pecahkan sendiri, apa perlu ia meminta bantuan orang lain untuk masalah ini? “Ah, tidak tidak sepertinya ini hanya masalah sepele tak perlu ia melibatkan orang lain. Lagi pula mengapa aku harus repot dengan urusan orang lain, aku hanya butuh info tentang Arfan”. Pikirnya saat itu. Revi lantas menghubungi Arimbi, sepertinya ada hal yang disembunyikan oleh Arimbi darinya tantang Arfan.
‘TUUUUT....TUUUUT...’
“Hallo Rev, ada yang bisa aku bantu?”, tanya Arimbi menawarkan diri.
“Bi, coba kamu jelaskan siapa sebenarnya Arfan? Kemarin, seakan ada yang menggantung dari ...”
“Loh, bukannya kamu tunangannya? Kamu yang lebih faham tentang Arfan, bukan aku vi”. Kelakar Arimbi menyerobot tak mau kalah. Revi belum menyelesaikan pembicaraannya.
“Sepertinya Arfan membohongi ku Bi...”
“Maksud mu?” tanya Arimbi pada gadis berkaca mata tersebut. Revi menceritakan semua perjalanannya ke Cianjur, tentang pak Jaelani, rumah dengan halaman luas yang diakui sebagai rumah Arfan, hingga pak Parmin yang menjadi kunci dari mata misteri ini yang ternyata sudah Almarhum.
“Coba kamu ceck, sahabat karib Arfan di nomor ini, namanya Budi”. Arimbi mengirimkan nomor ponsel atas nama Budi. Segera Revi menghubungi nomor tersebut. Benar sekali nama yang berada di nomor tersebut benar-benar bernama budi sahabat Arfan semasa kuliah dulu.
“APA???!!!! MEMBAWA LARI UANG 150 JUTA???” Kepala Revi semakin mendidih. Tak ia sangka tunangannya yang sangat di kasihi saat ini adalah pencuri sekaligus penipu yang amat lihai geraknya.
“Bukan hanya itu, Arfan dan kakaknya juga memalsukan sejumlah dokument penting milik pak Jaelani pengusaha perkebunan teh di Bogor. Kemudian mang Jeje kakaknya berhasil mensabotase mobil yang ditumpangi oleh Bayu dan pak Jaelani. mereka berkomplot dengan para pembunuh bayaran untuk berusaha meracuni Parmin penjaga villa di Cianjur tempat kakaknya bekerja. Karena hanya Parmin yang menjadi saksi kejahatan mereka...”.
“Lalu, honda jazz yang ia berikan padaku ini???”
“Coba ceck lagi, dari kapan Arfan membelikan mobil itu? Jangan-jangan anda tertipu juga, bukan anda dibelikan tapi justru suruh membayar tagihan setiap bulannya?” Ucap Budi lewat ponselnya. Revi segera memeriksa surat-surat resmi pembelian mobil dua minggu yang lalu, memeriksa ketempat pertama kali Arfan mengajaknya untuk membeli mobil jenis ini. Betul sekali yang dikatakan Budi, ia tertipu!! Revi tertipu oleh tunangannya sendiri. Revi semakin marah dalam kondisi kalap yang tak karuan, ingin menangis, ingin teriak, ingin menjambak, memukul dan ...
‘AGKHHHH...!!!!’ Revi menggebrak apa saja yang ada di depannya. Air matanya mengalir sejadinya. Merasa ditipu, dibohongi.
“TERNYATA DIA PENIPU!!!” Jeritnya dalam tangis yang meradang. Ia lelah dan membanting dirinya di tempat tidur, memejamkan matanya untuk sejenak mengistirahatkan jiwanya yang luka dan terlanjur sakit dengan masalah Arfan. Hening.
***
 “Selamat pagi cinta...sudah bangun kah?”. Suara dari dalam ponsel menyaring merdu membangunkan gadis berkaca mata itu.
“Dimana kamu sekarang? Jangan panggil aku sayang. Kamu penipu!! Kita putus!!” bentak  Revi dengan nada kecewa.
“Aku menunggumu di NERAKA!!!...HAA...HAA...HAA...HAA...”. Revi terbangun melompat dari tidurnya. Ngeri. Ternyata hanya mimpi buruk. Dilihatnya jam dinding menunjukan pukul 05.30 pagi. Revi menyalakan televisi flat yang terpampang di dinding kamarnya. Ada berita tentang Arfan Seta Galih pemuda berusia 27 tahun yang mengaku seorang marketing otomotif telah lama menjalankan aksi tipu dayanya kini tertangkap dan meringkuk di jeruji besi... 
“Terima kasih telah mengingatkanku tentang cinta, dan tentang luka. Ternyata selama ini aku salah mencintai seorang pesakitan sepertimu, hingga membuat aku semakin sakit jiwa. Dan mulai saat ini, kita putus untuk selamanya...”. Air matanya mengalir mengenang kenangan tentang Arfan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar